Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/20

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Mendengar kata demikian, senang hati si Umbuik Mudo, “Ituah yang di hati denai, pucuk dicinta ulam tiba.

Amai perderaslah perderas
Terletak dalam belanga;
Amai pergegas lah pergegas
Jangan tunggu berlama-lama.

Amai isikan bekal denai, denai akan pergi mengaji, sekarang jua denai berjalan.” Lalu berkemaslah Amainya, diisikan beras dalam buntil, diberi emas berat setahil, untuk bekal si Umbuik berjalan. Menyembah si Umbuik Mudo, meminta ampun pada amainya, lalu berjalan seketika. Kemanakah ia berjalan, yakni ke ranah Simulanggang, ke ranah Kampuang Aua, mengaji dia di sana, di surau Tuanku Panjang Jangguik.

Telah setahun ia mengaji, sampai dua tahun dia di sana, teringat pula hendak berjalan, terkira pula hendak berpindah, untuk mengaji di tempat lain, meminta izin ke gurunya, berkata si Umbuik Mudo,

“Duhai guru denai, beri maaf denai di guru, beri ampun banyak-banyak, lepaslah denai dahulu, denai hendak berjalan jauh.”

Menjawab guru si Umbuik Mudo, “Kalau itu Buyung katakan, sungguh iba hati denai, sungguh rusuh kira-kira, sebab Buyung tidak dianggap murid saja, tidak disangka pelajar saja, sudah denai anggap kemenakan, sudah denai sangka anak kandung, mengapa buyung ingin berjalan?”

Lalu menjawab si Umbuik Mudo, “Kalau itu guru tanyakan, memang itu yang sebenarnya, sebab denai ingin berjalan, tidak sunyi hati di sini, tidak sunyi kira-kira, karena mengaji di dekat kampung,”

Gurunya lalu berkata,

“Denai patah tidak terpatah
Denai tebas juga yang jadi;
Denai cegah tidak tercegah
Denai lepas jua nan jadi”.