Halaman:Seni Patung Batak dan Nias.pdf/67

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dap nenek moyang, banyak yang dimusnahkan diantaranya patung-patung peninggalan nenek moyang di daerah Angkola (Tapanulis Selatan). Bagi daerah-daerah yang lebih maju cara berfikirnya sekali pun mereka telah memeluk agama baru, seperti di daerah Tapanuli (Batak Toba) berlainan halnya. Pemujaan terhadap nenek moyang dalam arti menghormati arwah leluhurnya, seni patung yang dibuat sebagai perlambang masih terus berkembang. Ini semua masih dapat kita lihat bertebaran di sepanjang jalan antara derah Simalungun sampai di perbatasan daerah Tapnuli Tengah yang dibuat sedemikian rupa selain sebagai peringatan juga sebagai alat dekorasi dengan mengabaikan fungsi aslinya yakni sebagai alat pemujaan.

Roh nenek moyang dianggap sebagai roh yang baik, oleh karenanya dipuja dan dihormati. Oleh karena nenek myang dianggap sebagai awal pelaksana adat dan tradisi (dalihan na tolu) dimana adat dan tradisi ini dipakai oleh semua rumpun suku Batak, maka upacara tradisional seperti meminta hujan, turun kesawah, membuat dan memasuki rumah baru dan lain sebagainya sampai sekarang masih dilakukannya. Pelaksanaan upacara inilah yang menyebabkan kebudayaan tradisional suku Batak sukar pupusnya sekalipun ajaran agama baru cukup kuat untuk membendungnya. Dengan demikian usaha masyarakat yang fanatik disebabkan oleh ajaran agama untuk memusnahkan seni patung baik seni patung peninggalan nenek moyang dan seni patung peninggalan budaya megalit yang ada di sekitar pulau Samosir, Nias, dan beberapa daerah lainnya agak terhalang. Akhirnya patung-patung peninggalan prasejarah yang masih tinggal menjadi saksi hasil kesenian primitif. Lebih dari pada itu patung-patung primitif bercorak monumental sebagai hasil konsepsi yang tidak hanya mengandung nilai-nilai estetis, bahkan sampai kepada bentuk yang individualitas universal yang dapat memberikan hubungan sosial terhadapa kehidupan dan perwatakan seni yang tidak akan lapuk sepanjang zaman.

Paduan motif antropormofis dan zoomorfis pada patung-patung primitif Batak merupakan ciri khas yang tersendiri, yang ditata secara serasi. Patung-patung sejenis ini masih banyak tersebar di daerah pedalaman pulau Samosisr, di hutan-hutan Pakpak Dairi dan di bebeberapa daerah lain di Sumatera Utara. Dari sekian banyak patung-patung yang diperkirakan masih ada, hanya sebagian yang baru diketemukan sedang yang lain sudah banyak yang punah, terlebih patung-patung yang terbuat dari bahan kayu. Terutama misteri patung pe-

58