nek moyang suku Nias dalam mencipta sesuatu yang dapat diwariskan dari generasi-generasi. Di sampingnya terdapat batu tegak yang lebih rendah khusus untuk tempat pemenggalan kepala manusia.
Dari informan yang layak dipercaya (pengetua adat) yang di hubungi menjelaskan menhir (batu tegak) seperti yang terlihat pada ilustrasi gambar, dahulu setiap tahunnya dilaburi darah manusia. Untuk ini dibuat upacara yang meriah dengan mengorbankan beratus ekor babi.
Peninggalan-peninggalan lain seperti meja batu (dolmen) dipahat menyerupai lingkaran dengan ketebalan 10 sampai dengan 15 cm dengan garis menengahnya 1 Y2 lebih kurang ditempatkan mendatar di atas batu-batu lain sebagai penyangga.
Dolmen di desa Orahili dipakai untuk tempat sesajen, tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang di samping berfung$i sebagai tempat duduk dan menari pada waktu diadakan upacara adat. Diberi ukiran stilhasi jenis zoomorfis kedalam corak dekoratif, ekspresif. Suku Nias menyebutnya osa-osa. Bentuk kepala raksasa (laksara) melambangkan dewa pembina (nenek moyang) yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Motif lasara juga dipasang menonjol pada dinding pengapit rumah menandakan lambang kebesaran bagi sipemiliknya.
154