yang banyak dimusnahkan, kalaupun ada hanya di beberapa desa seperti yang penulis kemukakan terdahulu.
Sisa-sisa patung yang ada sekarang seperti di desa Boronadu, desa Orahili di Kecamatan Gomo Desa Bawomataluo di kecamatan Teluk dalam sebagian masih terpelihara baik, dan kini dibuat sebagai bukti dari peninggalan masa prasejarah, disamping sebagai alat dekorasi, terlepas dari fungsi aslinya, yakni sebagai pemujaan terhadap Roh nenek moyang.
Untunglah di penghujung abad yang XX ini pemerintah mulai
memperhatikan akan kemerosotan patung Nias yang mempunyai keunikan tersendiri itu, disamping patung-patung yang terdapat di daerah lain di Sumatra Utara.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk ini mengadakan registrasi tentang seni patung Nias disamping menghimbau kembali para seniman pemahat untuk menghidupkan kembali seni patung Nias yang hampir punah itu.
Dengan demikian secara lambat laun seni patung Nias itu muncul kembali, hal ini dapat kita buktikan dengan terpanjangnya seni patung Nias di setiap toko-toko suvenir.
Di stand Medan Fair, kita dapat pula menyaksikan karya-karya baru menurut gaya daerahnya, seperti Nias bagian Utara dan Nias bagian selatan yang justru mempunyai ciri-ciri tersendiri pula. Keadaan yang pada mulanya sangat mencemaskan itu akhirnya kembali lega.
Pada pameran seni patung Indonesia di Jakarta yang baru dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Media Kebudayaan Jakarta 1980/ 1981, patung Nias turut serta diantara patung-patung tradisional kerakyatan dan kontemporer hasil karya seniman se Indonesia.
Di lain hal Departemen yang serupa, pernah mengadakan studi perbandingan seni patung kerakyatan (primitif) di Taman Ismail Marzuki di Jakarta 1981, seni patung Nias juga ambil bagian. Peragaan dan pemajangan beberapa buah patung Nias menjadi perhatian yang serius oleh setiap pengunjung. Bukti-bukti kenyataan, seperti yang kami kemukakan dapat kita lihat pada ilustrasi di bawah ini.
147