Halaman:Seni Patung Batak dan Nias.pdf/155

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Di sepanjang daerah pantai banyak ditumbuhi kelapa, sedang pada dataran tinggi masih banyak hutan-hutan yang belum dihuni oleh masyarakat setempat. Komunikasi antar kampung di daerah pedalaman masih sangat sulit, oleh karenanya sangat sukar dilalui oleh kendaraan, sebagai misal dari daerah Lahusa ke Gomo, sampai saat ini hubungan antar desa harus ditempuh dengan berjalan kaki. Namun demikian pulau yang terpencil itu mempunyai kekayaan so­sial seperti hasil bumi dan kebudayaan dan seni rupa peninggalan prasejarah yakni patung-patung megalit yang bertebaran di desa Bo­ronadu, desa Orahili di kecamatan Gomo, desa Bawomataluo, desa Hilesematano di kecamatan Teluk Dalam dan desa-desa lain di seki­tarnya.

B. Perkembangan Seni Patung Nias

Kebudayaan suku-suku di Indonesia sudah ada sejak kepulauan Indonesia didiami oleh manusia Indonesia, sedang kesenian, baru ada disekitar tahun dua ribu sebelum masehi setelah datangnya bangsa Austronesia ke Indonesia.

Semua suku-suku yang mendiami wilayah Indonesia pada zaman itu percaya akan adanya roh-roh (animisme) dan memuja ke­kuatan gaib (dinamisme).

Kekuatan gaib yang mengganggu harus dimusnahkan sedang yang menguntungkan dipuja dan dihormati. Sebagai media pemujaan lazimnya dibuat patung-patung yang merupakan alat komunikasi terhadap yang lebih tinggi itu sesuai dengan anutan kepercayaan masyarakat primitif, sebab lewat bentuk-bentuk patung itu roh ne­nek moyang kembali menjelma. Dikarenakan setiap pemujaan dila­kukan bersamaan oleh masyarakat maka diadakanlah upacara-upacara ritual lengkap dengan tarian-tarian diiringi oleh bunyi tatabuhan. Keadaan ini berlangsung sampai abad XVII setelah datangnya suku­-suku lain seperti Minangkabau dan Aceh yang membawa pengaruh agama Islam.

Pada abad XIX mis si Kristen mulai berpengaruh pula di daerah Nias. Pengaruh agama ini membuat kesenian rakyat setempat, khusus seni patung mengalami kemunduran, sebab seni patung dianggap se­bagai penghambat bagi berkembangnya agama di daerah itu.

Akhirnya patung-patung batu peninggalan kulkur megalit serta patung-patung kayu yang dibuat sebagai kultus terhadap nenek mo-

146