78
dalam berhadapan dengan sesuatu yang gaib. Kesurupan ini bisa berlangsung lama sepanjang tuntutan-tuntutan yang dikehendaki belum dipenuhi. Dalam berhadapan dengan kenyataan-kenyataan yang seperti ini kalau pada mulanya masyarakat kurang mempercayai adanya peristiwa kesurupan itu, maka apabila berhadapan dengan kenyataan yang dapat dilihat sendiri akhirnya akan mempercayai. Dan kepercayaan akan hal itu akan menjadi suatu kekuatan untuk selalu tidak mengabaikan upacara-upacara leluhur yang kadang-kadang dirasakan sebagai beban secara ekonomis.
Kecuali pelaksanaan upacara itu, masing-masing terdapat lagi persyaratan-persyaratan lain sebagai pelengkap, misalnya keharusan untuk menyiapkan sejumlah kue-kue, meskipun jumlahnya tidak perlu terlampau banyak. Orang telah mengenal adanya jumlah 40 macam kue yang harus disajikan, meskipun bukan untuk disajikan kepada para undangan.
Selain dari pada upacara leluhur yang menyangkut lingkungan keluarga gusti-gusti, maka ada upacara lain yang disebut adat batumbang yang juga dilakukan oleh masyarakat umum. Adat batumbang ini dilakukan biasanya pada hari-hari raya Idul Fitri atau hari raya Idul Adha yang dilakukan di rumah atau di dalam mesjid. Biasanya adat batumbang ini dilaksanakan karena adanya hajat seseorang. Apabila adat batumbang itu dilaksanakan oleh keluarga gusti-gusti biasanya dengan dasar leluhur keturunan yang harus diikuti oleh keluarga mereka. Adat batumbang yang diselenggarakan di rumah biasanya lebih besar jika dibanding kalau hanya dilaksanakan di mesjid. Keluarga yang akan melaksanakan adat batumbang menyediakan lima macam kue yang terdiri dari apam putih, apam habang, cucur putih, curu habang dan ketupat. Upacara itu diselenggarakan di ruang besar dalam rumah. Di situ dihamparkan selembar tikar yang baik. Kemudian di tengah-tangahnya disusun lipatan-lipatan kain sarung sampai beberapa puluh lembar, sehingga susunan sarung itu cukup tingginya. Di puncak susunan sarung