Lompat ke isi

Halaman:Sejarah Kota Banjarmasin.pdf/81

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

71

peroleh kemajuan di dalam masyarakat maju di Banjar khususnya dan Indonesia umumnya. Pendidikan menjadi semakin penting sebagai alat mobilitas sosial.

Semenjak berakhirnya revolusi bersenjata sudah ada kecenderungan yang kuat ke arah sekularisasi pandangan hidup masyarakat Banjar. Masalah-masalah perorangan dan sosial cenderung ditafsirkan dengan nalar yang lebih bersifat duniawi. Kecenderungan sekuralisasi telah berkembang lebih kuat dalam madrasah-madrasah. Murid-murid menghendaki lebih banyak pelajaran sekuler untuk mengimbangi kurikulum dalam sekolah-sekolah dasar negeri. Jumlah murid madrasah yang juga mengikuti sekolah-sekolah umum makin meningkat. Di samping kebutuhan akan kerja lebih mudah, juga mereka merasa dapat mempergunakan ijazah itu untuk melanjutkan pada perguruan tinggi umum. Misalnya lulusan PGAN, MAN dan Aliah dapat memasuki Fakultas Sosial Politik, Fakultas Hukum, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unlam. Hal-hal yang semacam inilah memacu anak-anak muda untuk memasuki sekolah Agama yang sekuler. Karena mereka tidak terikat harus memasuki IAIN saja, atau bekerja sebagai kiai atau Tuan Guru, atau terbatas hanya di Departemen Agama saja.

Pandangan mereka, bahwa pendidikan sebagai sarana utama menuju perbaikan. Dahulu perhatian dipusatkan pada alam baka, tapi sekarang tak banyak lagi yang mempunyai pandangan demikian. Pelajaran agama berangsur-angsur akan berkurang kecuali kalau disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan sekuler yang menjadi ciri umum pemuda Indonesia semenjak kemerdekaan.

Bagi mereka yang menduduki pendidikan umum dan agama banyak yang telah berhasil menjadi elite pejabat terutama eksponen '66, baik yang studinya diselesaikan di pulau Jawa ataupun di Banjarmasin sendiri. Elite '66 ini merupakan yang dominan menduduki posisi pada struktur tingkat atas ABRI/Sipil, sementara menyusul eksponen '70-an.