Halaman:Sejarah Kota Banjarmasin.pdf/48

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

38

atau bahkan tiga kepala keluarga. Mereka tidak memperhitungkan apakah rumah mereka mememuhi syarat untuk didiami oleh sekian banyak orang atau faktor lain yang menjadi masalahnya, misalnya orang Banjar kebanyakan tinggal di rumah yang besar yang didiami oleh beberapa kepala keluarga dan ini karena menuruti adat orang Banjar yaitu bubuhan yang menjadi ciri khas dari mereka.1 4)

Kita ambil contoh lagi, misalnya di sekitar Banjar Raya yang dulunya belum banyak didiami oleh penduduk, sekarang penuh dengan bangunan-bangunan liar dan semrawut yang saling berhimpitan satu sama lainnya. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah penduduk akibat migrasi atau urbanisasi.

Di daerah sekitar Plimer atau Tri Sakti pun sekarang juga penuh dengan berjejal-jejalnya rumah. Secara tidak sengaja mereka mendirikan rumah-rumah karena mengikuti kawan-kawannya, karena ingin rumah yang mempunyai tetangga, padahal daerah itu daerah yang kurang sehat bila dipandang dari segi kesehatan.

Daerah lain yang menjadi tempat pemukiman penduduk yang berjubel adalah daerah Kelayan. Dahulu tidak begitu banyak perumahan yang didirikan di situ, tapi tahun 70-an ke atas rumah-rumah di sekitar Kelayan sudah mulai agak rapat antara yang satu dengan yang lain.1 5)

Penduduk mendirikan rumah-rumah di sini memilih daerah mudah transportasinya, yaitu di pinggir sungai Martapura dan anak cabangnya. Penduduk Kotamadya Banjarmasin kian tahun kian bertambah banyak dan sejalan dengan itu maka kebutuhan akan perumahan bertambah meningkat. Mereka yang tidak memiliki tanah untuk mendirikan rumah terpaksa mendirikan rumah di daerah-daerah yang seharusnya tidak boleh didirikan bangunan apa pun karena daerah itu dijadikan alur lalu lintas air, yaitu untuk jukung dan klotok. Setelah sebagian daerah sungai tadi dijadikan perumahan oleh penduduk, maka alur lalu lintas air otomatis terganggu.