14
Firma milik orang Cina mempunyai kapal yang digerakkan dengan tenaga uap berkekuatan 800 ton bruto yang mengadakan hubungan tiap 14 hari sekali antara Banjarmasin - Singapura Banjarmasin[1]. Pelabuhan Banjarmasin menjadi pusat transito dagang ke Barito daerah dusun dan hulu sungai. Hubungan dagang langsung diadakan dengan Singapura, Jawa dan Sumatera. Keadaan ekonomi pun makin maju, karena tiap kapal yang datang membawa barang-barang impor, sedangkan kapal yang berangkat mengangkut barang-barang ekspor[2]. Di Mantuil ada "seimport" dihubungkan teleponis dengan pelabuhan Banjarmasin, ditempatkan garnizoon batalyon yang memelihara keamanan untuk Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, di samping sebuah detassemen. Di Fort Tatas dibangun sebuah rumah sakit modern. Industri hanya meliputi pabrik es, bengkel dan dok untuk kapal-kapal kecil yang dikuasai oleh Borneo Industri Maatschappij. Sedangkan firma-firma yang ada terdiri dari: Borneo Sumatera Handels Maatschappij, Henneman & Co, Agen Javasche Bank dan Agen Factory.
Pada masa kekuasaan Jepang, tampaknya tidak ada perubahan, karena sebelum Jepang memasuki kota Banjarmasin Belanda telah melakukan pembumihangusan. Pasar Baru men- jadi lautan api, Fort Tatas dihancurkan, Pelabuhan, gedung-gedung pabrik dan ANIEM listrik hanya tinggal fondasi. Jembatan Coen diledakkan oleh Belanda, yang kemudian diperbaiki kembali oleh Jepang dengan penggantian nama Jembatan Jamat.
Dalam tahun 1943, saluran Air Minum diresmikan di Banjarmasin, yang selama pemerintahan Belanda tidak terlaksana, terkenal dengan sebutan Coerdo. Demikian pula rumah sakit umum di Fort Tatas dipindahkan ke jalan Ulin km 1 pada tahun 1944[3]. Tanggal 9 November 1945 meletuslah pertempuran pertama di Banjarmasin. Kota Banjarmasin mengalami kerusakan akibat sabotase, seperti pembakaran pelabuhan Banjarmasih dan Landasan Ulin, Kemudian pada tahun 1946-1949 Belanda membangun kembali pelabuhan lama, Fort Tatas dan Landasan Ulin.