Halaman:Sejarah Kota Banjarmasin.pdf/21

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

11

tim Kalimantan Selatan merupakan hasil proses akulturasi kebudayaan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Melayu; Jawa, Bugis dan lain-lain, dengan lapisan-lapisan bawah unsur-unsur kebudayaan Dayak dan orang-Bukit[1].

Pada awal abad ke-17 VOC berusaha mengadakan kontak dagang dengan Banjarmasin. J.W. Verschoor mengirim Koopman Gillis Michiels-Zoon ke Banjarmasin. Pada tanggal 7 Juni 1607 ia tiba di Banjarmasin, dan diundang ke darat bersama anak buahnya, tetapi mereka dibunuh semuanya dan barangbarangnya dirampas. Lima tahun kemudian, tahun 1612, Belanda melakukan pembalasan, yang berakibat Banjarmasin hancur terbakar oleh tembakan-tembakan meriam dari kapal Belanda. Mustainullah, yakni Raja Banjarmasin keempat, ibu kotanya dipindahkan, ke Kayu Tangi Martapura. Alasannya tanahnya bertuah, tempatnya jauh di pedalaman, sehingga orang asing sulit untuk menyerang[2]. Di Banjar Baru atau Banjar Hanyar mereka membuat benteng-benteng pertahanan terhadap serangan musuh. Hubungan dengan Belanda ini baru menjadi baik kembali setelah dalam tahun 1635 dibuat kontrak yang pertama dengan Belanda. Hubungan baik ini tidak berlangsung lama.

Pertengahan abad ke-17 pemerintahan terbagi dua yaitu Pangeran Ratu tetap bertahta di Martapura dan Pangeran Surianata bertahta di Banjarmasin[3]. Banjarmasin menjadi pusat pemerintahan Pangeran Surianata yang menyebut dirinya Sultan Agung, mengawasi ramainya perdagangan, tambang-tambang emas di pedalaman, basil kebun lada dan sebagainya, sehingga pelabuhan Banjarmasin amat ramai[4]:

Pada awal abad ke-18 daerah Kirin pusat pemerintahan dibakar oleh rakyat sendiri untuk inengusir orang lnggeris yang ingin tetap bertahan di Banjarmasin. Karena itu pusat kegiatan kota dipindahkan 6 mil ke hulu yakni ke pulau Tatas. Dalam kontrak tahun 1747, Belanda kembali ke Banjarmasin membuat

  1. M. Idwar Saleh (1982). Banjarmasih. Depdikbud Museum Negeri Lambung Mangkurat Prop. Kal-Sel. p. 31. 
  2. A.A. Bijuri (30 Agustus 1972). Dinasti Surianata — Lambung Mangkurat. Harian Utama. p. 3. 
  3. M. Idwar Saleh (1958). Banjarmasin. Balai Pendidikan Guru. p. 76. 
  4. M. Idwar Saleh (1958). Banjarmasin. Balai Pendidikan Guru. p. 97.