Halaman:Sejarah Daerah Bengkulu.pdf/184

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Dalam benak rakyat hanya dua pertanyaan.

Pertama bagaimana agar hari ini dan esok tetap dapat makan dan bagaimana dapat terhindar dari "dipanggil" ke kantor Kenpetai. Kebebasan masyarakat dikekang sehingga tidak memungkinkan dapat tumbuhnya kreativitas. Keadaan ini tercermin di Bengkulu baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Kehidupan sosial macet sama sekali. Pesta-pesta perkawinan misalnya, yang sejak jaman Belanda merupakan kehidupan yang khas dan meriah di Bengkulu, tetapi pada jaman Jepang itu tidak pernah lagi diadakan oleh rakyat, sebab kemiskinan yang parah tidak memungkinkan hal seperti itu. Demikian juga upacara penggotongan "Tabot" yang sudah sejak lama menjadi peristiwa rutin di kota Bengkulu, tidak pernah lagi diadakan. Kesenian atau permainan yang menyenangkan tidak terlintas lagi dalam pikiran masyarakat.

Segala bentuk pertemuan apalagi yang mengarah pada politik tidak diperbolehkan Jepang. Rakyat takut untuk mengemukakan pendapat-pendapatnya. Peristiwa Masawang meninggalkan bekas sangat mendalam pada masyarakat.

173