Halaman:RUU Penghapusan Kekerasan Seksual-20170201-043128-3029.pdf/24

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
  1. menyelenggarakan dan mempublikasikan hasil pemantauan, penelitian dan kajian; dan
  2. memberikan rekomendasi kepada lembaga negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, lembaga penegak hukum, Korporasi, lembaga pers, organisasi masyarakat, lembaga pengada layanan dan organisasi lainnya.


BAB XI
PENDANAAN

Galat skrip: tidak ada modul tersebut "Anchor".
Pasal 83
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan penghapusan Kekerasan Seksual dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


BAB XII
KERJASAMA INTERNASIONAL

Galat skrip: tidak ada modul tersebut "Anchor".
Pasal 84
  1. Untuk mengefektifkan penghapusan Kekerasan Seksual, Lembaga Negara, Pemerintah, lembaga hak asasi manusia, lembaga penegak hukum, dan lembaga negara lainnya, dapat melaksanakan kerja sama internasional baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral.
  2. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian kerjasama bantuan timbal balik dalam hal Pencegahan, Penanganan, Perlindungan, Pemulihan dan rehabilitasi khusus, masalah pidana dan/atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XIII
KETENTUAN PIDANA


Bagian Kesatu
Umum

Galat skrip: tidak ada modul tersebut "Anchor".
Pasal 85
Ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tetap berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Galat skrip: tidak ada modul tersebut "Anchor".
Pasal 86
  1. Hakim dalam menjatuhkan pidana dengan pemberatan terhadap terpidana, wajib memperhatikan:
    1. kondisi Korban;
    2. relasi pelaku dengan Korban;
    3. pelaku yang merupakan pejabat; dan
    4. pelaku yang mempunyai ketokohan dan pengaruh di masyarakat.
  2. Yang dimaksud dengan kondisi Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu:
    1. anak;
    2. seorang dengan disabilitas;
    3. anak disabilitas;
    4. Korban dalam keadaan pingsan, tidak berdaya atau tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya;