Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/348

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

dimaksud pada Pemerintah.

ayat

(3)

diatur

dalam

Peraturan

22. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 78 (1)

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat: a.

ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan

b.

waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

(2)

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

(3)

Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur diatur dalam Peraturan Pemerintah.

23. Ketentuan Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 79 (1)

(2)

Pengusaha wajib memberi: a.

waktu istirahat; dan

b.

cuti.

Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi: a.

istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan

b.

istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

(3)

Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

(4)

Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

(5)

Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 348

(6)