Lompat ke isi

Halaman:Pola Penguasaan Pemilikan dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional Daerah NTB (1986).pdf/78

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

dalam terhadap ajaran agama. Islam mengajarkan bahwa :

"Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan, kecuali kalau kamu nafkahkan sebagain dari barang yang kamu miliki barang sesuai yang kamu nafkahkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui"

(Al-Qur'an III : 42)

Proses perwakafan di ketiga desa pada umumnya berlangsung secara tradisional, dalam arti tidak didukung oleh bukti-bukti formal sebagaimana yang dikenhendaki oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977. Seorang warga desa yang akan mewakafkan tanah dapat diserahkan kepada seorang Nadzir, dalam hal ini adalah Tuan Guru.

Seorang wakif akan melepaskan tanahnya cukup dengan ikrar atau lapadz sebagai berikut : "Saya mewakafkan tanah sawaw/kebun/tegalan dan lain-lain milik saya, yang terletak di desa/gubug seluas ..... dengan batas (Utara, Selatan, Timur, Barat) untuk keperluan ......"

Ikrar tersebut di samping diucapkan dihadapan Nadzir (Tuan Guru), biasanya disaksikan oleh pemuka masyarakat yang lain.

Penggunaan tanah-tanah wakaf tergantung pada lokasi dan jenis tanah. Tanah wakaf terdiri dari tanah produktif dan tidak produktif. Tanah produktif terdiri dari tanah sawah, kebun, dan tegalan. Hasil dari tanah ini dikelola untuk membiayai atau memelihara kepentingan-kepentingan dan pengembangan Agama sesuai dengan niat yang telah diikrarkan oleh wakif. Jika ikrar wakif itu untuk kepentingan masjid atau madrasah/pesantren, maka semua hasil tanah tersbeut dipotong seperlunya sebagai hak nadzir dan digunakan untuk memelihara serta menjaga kelangsungan lembaga-lembaga keagaman di atas.

Nadzir bertindak sebagai pengurus yang akan mengusahakan tanah wakaf dengan berbagai cara, antara lain dengan menyakapkannya kepada orang lain.

Tanah wakaf yang tidak produktif pada umumnya dipergunakan untuk membangun lokasi masjid, madrasah/pesantren, dan kuburan. Bentuk tanah ini langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Fungsi utama masjid/langgar adalah sebagai tempat ibadah, yaitu shalat lima waktu, baik secara perorangan, maupun secara berjamaah. Fungsi lain adalah sebagai tempat endidikan, yaitu mengaji/belajar Al-Qur'an untuk anak-anak di sekitar desa di mana mesjid/langgar tersebut

67