(ahli waris) yang berhak, baik anak laki-laki maupun perempuan.
Sebaliknya sistem adat hanya membenarkan bahwa tanah hanya dapat diwariskan kepada keturunan laki-laki. Penyimpangan sistem adat dapat dilakukan dengan jalan hibah yang akan dijelaskan kemudian.
2.3. Hibah
Bentuk ini merupakan pengalihan atau penyerahan hak milik kepada orang lain. Pada umumnya tanah-tanah yang dihibahkan itu beralih hanya dalam lingkungan anggota keluarga yang termasuk hukum waris menurut adat atau agama, ahli waris mendapatkan sejumlah harta tertentu. Orang tua dalam masa hidupnya berhak membuat perhitungan lain untuk mengalihkan hartaya kepada ahli warisnya, baik yang telah ditentukan oleh adat, maupun agama.
Adat sasak mengajarkan bahwa tanah hanya dapat diwariskan kepada anak laki-laki. Orang tua mempunyai hak untuk mengalihkan sebagian tanahnya kepada anak wanita. Begitu pula halnya dengan ajaran Islam. Ahli waris, baik laki-laki, maupun wanita menurut garis keturunan vertikal dan horizontal mempunyai hak atas harta warisan. Orang tua biasanya akan memperhitungkan harta waris yang akan dibagikan kepada yang berhak.
Sisanya akan diberikan kepada ahli waris yang lain sesuai dengan kehendak dari pewaris.
Di samping itu, seorang yang akan mengambil anak (anak angkat), baik menurut adat, maupun hukum Islam tidak mempunyai hak tanah warisan. Oleh karena itu, jalan yang ditempuh adalah dengan pehibahan.
Proses penghibahan diawali dengan wasiat atau pesar dari pemilij tanah semasa hidup kepada anggota keluarga/anak-anaknya yang tertua, dihadapan penghulu atau Tuan Guru. Sebagian tanah yang telah dibagi, diserahkan kepada anak angkat atau anak-anak lain yang ditunjuk.
Gambaran kasus tersebut akan dikemukakan dalam tabel berikut.
61