pang, maupun pada periode setelah kemerdekaan.
Setelah berlakunya Undang Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, sistem pemilikan diharapkan lebih tegas dengan memiliki bukti-bukti formal maupun tertulis. Kebijaksanaan ini tertuang pula dalam peraturan bersama Mentri Pertanian dan Agraria Nomor 2 tahun 1962 yang mengukuhkan hak atas tanah yang belum memiliki pipil dengan meminta surat keterangan dari Kepala Desa. Pada tahun 1965 dipertegas kembali dengan SK Nomor 226/DDA/1965 tentang pengukuhan hak milik atas tanah yang mempunyai pipil.
Pada tahun 1973 diatur kembali dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1973 tentang sertifikat tanah sampai dengan dilaksanakannya kebijaksanaan Pronas melalui Direktorat Agraria. Gambaran berlakunya sistem di atas terlihat dalam tabel berikut.
| No. | Jenis bukti Pemilikan | Frekuensi |
|---|---|---|
| 1. | Sertifikat | 2 |
| 2. | Akta jual beli | 11 |
| 3. | Pipil | 30 |
| 4. | Surat keterangan Kepala Desa | 1 |
| 5 | Tidak mempunyai bukti tertulis tetapi mempunyai saksi | 4 |
Sumber : diolah dari data lapangan
52