lembaga. Bentuk perjanjian lebih kompleks karena sudah sampai pada tawar menawar, baik untuk musim tanam pertama, kedua dan seterusnya. Kesepakatan antara kedua pihak itulah yang akan menjadi pegangan selanjutnya.
3. Pelaes
Ketiga desa lokasi penelitian, pelaes merupakan modifikasi dari unsur nyakap (bagi hasil) dan nyandak (gadai).
Di beberapa tempat di Padamara ada yang menyebut dengan istilah malesing.
Pemilik tanah mempunyai hak mendapatkan hasil tanah dan sejumlah uang sebagaimana telah disepakati bersama dengan penggarap. Pembagian hasil yang harus diserahkan oleh penggarap kepada pemilik tanah, kadang-kadang menggunakan adat nyakap, atau tergantung pada perjanjian antara pihak. Demikian halnya dengan jumlah uang yang harus diserahkan oleh penggarap kepada pemilik sawah. Biasanya, penafsiran jumlah uang tersebut didasarkan pada kesuburan tanah dan perkiraan hasil tanah berdasarkan pengalaman sebelumnya. Uang tersebut diserahkan sebagai jaminan bahwa penggarap mempunyai minat untuk menggarapnya. Pembayaran dilakukan di muka. Jika pemilik tanah ingin mengambil tanahnya (pemutusan hubungan), maka ia harus menyerahkan kembali sejumlah uang yang telah diterimanya. Jangka waktu transaksi sangat tergantung kepada pemilik tanah tentang kesanggupannya mengembalikan uang yang telah diterimanya.
Tanah yang menjadi obyek transaksi ini adalah tanah-tanah yang subur. Di lokasi tanah kering seperti desa di Surabaya, transaksi tersebut tidak lagi dijumpai.
4. Sewa
Proses sewa menyewa pada semua tempat hampir sama, di mana para penggarap menguasai sebidang tanah dalam jangka waktu tertentu dan menyerahkan sejumlah uang kepada pemilik tanah sesuai dengan perjanjian. Pada waktunya pemilik akan menerima tanahnya tanpa mengembalikan apa-apa.
Ditinjau dari segi waktu dan musim tanam, di ketiga desa lokasi penelitian ada dua jenis lembaga sewa menywa. Jenis yang pertama ada-
44