Lompat ke isi

Halaman:Pola Penguasaan Pemilikan dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional Daerah NTB (1986).pdf/49

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Kewajiban masyarakat adalah membersihkan dan memelihara kuburan. Bagi anggota keluarga yang masih hidup berkewajiban membersihkan/memelihara kuburan almarhum keluarganya, dan biasanya menjelang/sesudah hari raya melakukan ziarah ke kuburnya.

Bentuk tanah lain yang ada hubungannya dengan kepercayaan masyarakat adalah tanah wakaf. Seseorang mewakafkan tanah didasarkan pada ajaran Islam yang menganjurkan agar selalu beramal sebagai bekal untuk hidup di akhirat nanti. Salah satu hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Majah menyebutkan bahwa sesungguhnya Rasulullah telah bersabda yang artinya sebagai berikut :

"Apabila seorang telah meninggal dunia terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu : amal jariah/wakaf, ilmu yang dapat diambil manfaatnya dan anak yang shaleh yang mendoakan kebaikan bagi orang tuanya. (sebagaimana Chusen Bisri, 1983 : 17).

Para wakif (yang mewakafkan tanahnya) menyerahkan tanah kepada seorang nadzir yang biasanya seorang penghulu atau Tuan Guru yang alim untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan tujuan atau niat wakif yang telah diikrarkan.

Dengan demikian, tanah wakaf tersebut berada dalam penguasaan seorang nadzir. Dialah yang akan mengatur dan memanfaatkan seluruh hasil tanah untuk kepentingan agama. Kedudukan seorang nadzir adalah seumur hidup. Jika ia meninggal, maka nadzir akan beralih kepada orang lain yang ditunjuk atas dasar keputusan musyawarah para tokoh agama atau tokoh adat desa.

Dewasa ini, dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 28/1977, kedudukan dan fungsi tanah wakaf diatur sedemikian rupa. Organisasi nadzir dilembagakan sehingga nadzir tidak lagi seorang, seperti pada masa lampau, tetapi terdiri dari beberapa orang sebagai anggota organisasi. Struktur nadzir terdiri dari seorang ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan beberapa orang anggota.

Rupanya, organisasi nadzir yang dikehendaki oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28/1977 tersebut belum bisa diterapkan. Pola nadzir yang lama masih tetap bertahan. Dialah yang menguasainya, mengatur, mengolah tanah-tanah wakaf yang ada.

38