Lompat ke isi

Halaman:Pola Penguasaan Pemilikan dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional Daerah NTB (1986).pdf/39

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

saannya. Status rakyat terhadap tanah adalah sebagai pemakai dengan disertai kewajiban membayar pajak.

2.2. Masa Penjajahan Belanda

Perubahan-perubahan yang mendasar terhadap kebijaksanaan pertanahan pada masa pemerintahan Kolonial Belanda bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum bagi orang Indonesia asli dan untuk melindungi kepentingan pengusaha swasta agar mudah memperoleh tanah. Dalam hal yang terakhir ini, di Pulau Lombok tidak begitu penting jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain, seperti Sumatera dan Jawa.

untuk maksud tersebut, pemerintah kolonial Belanda menciptakan agrariche eigendom yang berisi peraturan tentang hak atas tanah yang diperuntukkan bagi golongan bumi putera. Pasal 151 indische staasreglement ayat 7 menyebutkan bahwa :

Tanah yang dipunyai orang-orang Indonesia asli dengan hak milik atas permintaan pemiliknya yang sah diberikan kepadanya dengan hak eigendom. Dengan pembatasan yang diadakan dengan ordonanti, dan menyatakan dalam surat eigendomnya yaitu mengenai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan desa serta kemungkinan menjualnya kepada bukan orang bumi putera (Hartono Hadisoeprapto, 1982 : 94).

Agrariche eigendom digunakan untuk membedakan dengan eigendom biasa. Adapun perbedaannya ialah tanah-tanah tersebut didaftarakan dan diberikan surat ukur. Untuk keperluan tersebut, tahun 1929 diadakan pengukuran secara massal yang oleh masyarakat setempat disebut masa kelasiran/cerakenan). Denagn demikian, tanah-tanah tersebut memiliki kepastian hukum di mana hubungan antara pemilik dengan tanah dikukuhkan dengan surat ukur dan bukti pembayaran pajak yang disebut dengan pipil. Selain itu tanah tersebut terlepad dari pengaruh hak-hak persekutuan.

Tanah-tanah lain yang belum sempat diukur pada masa kelasiran tersebut masih tetap diakui dan dihormati sepanjang hubungan antara penggarap dengan tanahnya tetap terjalin sebagaimana menurut adat yang berlaku.

Tanah-tanah milik tersebut dapat diwariskan, dihibahkan, dijual-

28