Lompat ke isi

Halaman:Pola Penguasaan Pemilikan dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional Daerah NTB (1986).pdf/38

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

yaitu bukan dalam pengertian dimiliki, akan tetapi memberi wewenang pada negara sebagai organisasi kekuasaan yang tertinggi. Wewenang tersebut meliputi penentuan penyelenggaraan, dan pengaturan hak-hak serta hubungan hukum yang berkaitan dengan tanah. Bagaimana kecenderungan dan pola penguasaan tanah akan dibahas secara mendalam pada bagian yang lain.

2. ASAL USUL PEMILIKAN TANAH

2.1. Masa Sebelum Penjajahan

Pada awalnya tanah-tanah yang ada terdiri dari hutan belukar yang telah dibuka dan digunakan oleh pendatang baru sebagai sumber mata pencaharian hidupnya. Tanah-tanah hutan yang berada di sekitarnya dinyatakan sebagai tanah pauman yang dimiliki bersama anggota persekutuan. Diantara mereka terdapat seorang pemimpin yang mengatur kehidupan bersama. Tiap anggota persekutuan mempunyai hak yang sama untuk membuka, menggunakan, dan menikmati hasil tanah persekutuan.

Bagi anggota persekutuan yang membuka tanah baru dalam wilayah persekutuan terlebih dahulu mempermaklumkannya kepada yang berdaulat, dalam hal ini adalah pemimpin persekutuan.

Hubungan anggota persekutuan dengan tanah yang baru dibuka tersebut dapat meningkat statusnya menjadi tanah milik apabila hubungan tersebut berlangsung terus. Akan tetapi, jika terjadi sebaliknya, maka status tanah tersebut akan kembali menjadi tanah pauman. Hal ini berarti bahwa konsep pemilikan tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari kepentingan seluruh anggota persekutuan. Oleh karena itu, apabila tanah-tanah tersebut diterlantarkan, dengan sendirinya anggota persekutuan yang lain berhak menggunakannya. Kontinuitas hubunga dengan tanah tidak hanya dalam menggunakan tanah, tetapi juga mewariskan tanah. Tanah-tanah putung (tidak mempunyai waris) akan jatuh pemilikkannya untuk kepentingan umum.

Tanah-tanah yang sudah dimiliki tersebut dapat dipindahkan hak-hak kepada orang lain melalui sistem pewarisan, penghibahan, transaksi jual beli, dan sistem tukar.

Pada masa kekuasaan Raja Karang Asem, semua tanah yang ada merupakan milik penguasa (raja) yang berdaulat di seluruh wilayah kekua-

27