yang disepakati dan diikutinya, dalam hal ini adalah adat istiadat, yang kemudian berpola dalam bentuk tradisi penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah.
Selanjutnya dalam perkembangan masyarakat, timbullah perubahan atau pola baru dalam hal penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah. Perkembangan tersebut diawali sejak Pemerintah Kolonial Belanda memperlakukan kebijaksanaan tentang pertanahan. (lihat A. Fauzi Ridwan, 1982 : 20), dilanjutkan dengan kebijaksanaan pertanahan setelah Indonesia merdeka, terutama dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Semua kebijaksanaan tersebut menghendaki adanya kepastian dan kejelasan hukum tentang masalah pertanahan.
Sehubungan dengan itu, ada beberapa masalah yang timbul sehingga mendorong untuk melakukan penelitian tentang pola penguasaan pemilikan dan penggunaan tanah secara tradisional; masalah tersebut adalah:
- Adanya ketidakjelasan tentang pola penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah yang kadang-kadang menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial di beberapa daerah.
- Berlakunya Undang-Undang Agraria Nomor 5 tahun 1960, telah menimbulkan perubahan atau pola baru dalam penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah. Meskipun pemilikan diantara anggota masyarakat ada yang telah melaksanakan Undang-Undang tersebut dan ada juga yang belum melaksanakannya sehingga pola yang tradisional masih tetap berlaku. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, di beberapa daerah tertentu terlihat hapusnya desa yang bersifat tradisional kemudian diikuti dengan hapusnya hak-hak ulayat atas tanah di beberapa wilayah desa tradisional tersebut. Dengan demikian secara langsung atau tak langsung mempengaruhi pola-pola di atas.
- Belum diketahui data dan informasi tentang pola penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah secara tradisional, yang dapat dijadikan bahan dalam mengambil kebijaksanaan tentang pembinaan kebudayaan serta bahan studi.
2