Halaman ini telah diuji baca
- Setelah kemerdekaan, mekanisme di atas tetap dipertahankan sampai berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960.
- Meskipun Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 menghendaki adanya kepastian hukum terhadap masalah pertanahan, namun dalam pelaksanaannya yang sudah hampir seperempat abad belum memasyarakat dengan baik. Hal ini tercermin dari persepsi masyarakat terhadap bukti hak milik dan kasus-kasus tanah yang berkembang dalam masyarakat.
- Atas dasar unsur 9 di atas, secara terselubung berlaku dualisme sistem hukum, yaitu Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 di satu pihak dan di pihak lain masyarakat masih berpegang pada sistem adat.
- Tanah milik dapat dipindahkan haknya dengan berbagai bentuk. Bentuk pemindahan hak tersebut dapat bersifat sementara dan bersifat tetap. Bersifat tetap, jika tanah tersebut diwariskan, diwakafkan, dihibahkan, dijual/dibeli dan diberikan untuk kepentingan Pemerintahan Desa (tanah pecatu), dan tukar menukar. Bersifat tidak tetap, jika tanah-tanah tersebut digadai (nyandak), disakap (nyakap), atau disewa, baik dalam bentuk jual tahun, maupun jual balit.
- Penggunaan tanah didasarkan pada perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan yang paling dasar, seperti membangun rumah tempat tinggal, tempat-tempat ibadah, sampai dengan kebutuhan yang paling kompleks, seperti pembangunan kantor, sarana pendidikan, toko, kios, dan sebagainya.
- Masalah tanah masih perlu penanganan yang lebih terpadu di masa-masa yang akan datang dan memasyarakatkan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 di tengah-tengah masyarakat yang masih awam sehingga keadilan dan kemakmuran dapat terwujud.
99