— 213 —
„Nona pergi ka mana tadi?"
„Engga pergi ka mana-mana."
„Apa sekarang dia soeda tidoer?"
„Soeda dari tadi-tadi."
Sambil menjaoet begitoe Isa toendoekin kapalanja, kerna ia merasa tida sanggoep trima sorot matanja Kek-soen, jang ada ditoedjoeken padanja seperti lentara maling.
„Poekoel brapa tadi loe soeda tidoer?"
„Siang-siang," djawab Isa dengen maloe-maloe, kerna di itoe waktoe hatinja soeda dapet soeatoe pirasat, jang madjikannja ada berpikiran koerang baek padanja. Samantara ia berdiri di dekat pintoe jang menemboes kaloear, ia merasaken amat ki-koek, dan tida taoe bagimana ia misti berboeat.
Tapi klakoean itoe tida ada laen goenanja dari pada menggerakin samingkin keras napsoenja Kek-soen, jang koetika itoe lantas berkata:
„Mari, Isa."
„Boedjang prampoen itoe belon sampe mengangkat kakinja boeat mengamperi, Kek-soen soeda lantas berkata lagi:
„Mati'in itoe lampoe, Isa."
„Nona pesan tadi djangan dimati'in teroes sampe pagi."
„Lekas mati'in, goea jang soeroe."
Habis berkata begitoe Kek-soen rasaken dirinja tida berkwasa lagi boeat menahan djalannja ia