Lompat ke isi

Halaman:Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme.pdf/20

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Dan masih banjaklah kewadjiban-kewadjiban dan ketentuan-ketentuan dalam agama Islam jang bersamaan dengan tudjuan-tudjuan dan maksud-maksud Marxisme itu! Sebab tidakkah pada hakekatnja faham kewadjiban zakat dalam agama Islam itu, suatu kewadjian sikaja membagikan rezekinja kepada simiskin, pembagian-rezeki mana dikehendaki pula oleh Marxisme — tentu sahadja dengan tjara Marxisme sendiri? Tidakkah Islam bertjotjokan anasir-anasir „kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan“ dengan Marxisme jang dimusuhi oleh banjak kaum Islamis itu? Tidakkah Islam jang sedjati telah membawa „segenap perikemanusiaan diatas lapang kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan“? Tidakkah nabi-Islam sendiri telah mengadjarkan persamaan itu dengan sabda: „Hai, aku ini hanjalah seorang manusia sebagai kamu; sudahlah dilahirkan padaku, bahwa Tuhanmu jalah Tuhan jang satu“? Bukankah persaudaraan ini diperintahkan pula oleh ajat 13 Surah Al-Hudjarat, jang bunjinja: „Hai manusia, sungguhlah kami telah mendjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan kami djadikan dari padamu suku-suku dan tjabang-tjabang keluarga, supaja kamu berkenal-kenalan satu sama lain“? Bukankah persaudaraan ini „tidak tinggal sebagai persaudaraan didalam teori sahadja“, dan oleh orang-orang jang bukan Islam diaku pula adanja? Tidakkah sajang beberapa kaum Islamis memusuhi suatu pergerakan, jang anasir-anasirnja djuga berbunji „kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan“?

Hendaklah kaum Islam jang tak mau merapatkan diri dengan kaum Marxis, sama ingat, bahwa pergerakannja itu, sebagai pergerakan Marxis, adalah suatu gaung atau kumandangnja djerit dan tangis rakjat Indonesia jang makin lama makin sempit kehidupannja, makin lama makin pahit rumah tangganja. Hendaknja kaum itu sama ingat, bahwa pergerakannja itu dengan pergerakan Marxis, banjaklah persesuaian tjita-tjita, banjaklah persamaan tuntutan-tuntutan. Hendaklah kaum itu mengambil teladan akan utusan kerajaan Islam Afghanistan, jang tatkala ia ditanjai oleh suatu surat chabar Marxis telah menerangkan, bahwa, walaupun beliau bukan seorang Marxis beliau mengaku mendjadi „sahabat jang sesungguh-sungguhnja“ dari kaum Marxis, oleh karena beliau adalah suatu musuh jang

20