atas lontar, kulit kayu ataupun bahan lain yang terdapat di alam Indonesia. Karena rapuhnya dan lekas punahnya bahan-bahan seperti itu, ditambah pula oleh ganasnya iklim tropis, maka kelangsungan hidup naskah sastra itu harus dipelihara dengan penyalinan setiap kali: paling tidak seratus tahun sekali. Dan kelangsungan penyalinan tergantung lagi daripada minat masyarakat pada saat itu. Dapatlah dibayangkan bahwa suatu kegoncangan politik atau masuknya agama baru dapat mematikan minat orang terhadap suatu jenis sastra tertentu sehingga tenggelamlah ia ke dalam kemusnahan karena tidak disalin-salin lagi. Agaknya itulah yang terjadi dengan sastra dari zaman awal itu sehingga tak ada lagi sisa-sisanya.
Sebaliknya berdasarkan bukti-bukti yang nyata dalam bentuk daftar-daftar kata Melayu yang dikumpulkan oleh orang asing, di antaranya orang Itali dan Cina,kita dapat mengetahui bahwa sejak abad ke-15 bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pergaulan dan perniagaan di seluruh Nusantara, baik antara sama-sama pribumi berlainan daerah maupun dengan orang asing.
Karya sastra Melayu dalam bentuk naskah tulisan tangan di atas kertas yang paling tua yang kini masih tersimpan berasal dari abad ke-16 dan sebagian besar dari khazanah sastra Melayu Lama itu dihasilkan dalam abad itu dan abad-abad berikutnya sampai abad ke-19. Penghasil terpenting ialah daerah-daerah Aceh, Sumatra Timur, Riau, Palembang, Kalimantan Selatan dan Jakarta di wilayah Indonesia, dan di luar itu semenanjung Malaka yang dalam hubungan ini tidak dapat dipisahkan dari Indonesia. Karya-karya sastra itu beraneka jenisnya dan jumlahnya pun ratusan, tersimpan dalam beberapa koleksi di Eropa dan Asia. Terdapat dalamnya cerita rakyat, sejarah, undang-undang, uraian keagamaan dan lain-lain dalam bentuk prosa maupun puisi.
Jelaslah bahwa pengangkatan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional bangsa Indonesia tidak terjadi begitu saja, di belakangnya terdapat sejarah yang panjang dan kaya. Sastra dari masa silam itu patut kita kenal dan kita pelajari.
Di kalangan peminat dan peneliti sastra, baik di sekolah maupun dalam masyarakat pada umurnnya sudah lama dirasakan kekurangan akan bahan bacaan sastra lama sebagai penunjang pengajaran dan juga sebagai bacaan umum bagi rnereka yang ingin mengenal suatu jenis sastra yang pemah berkembang di kawasan Indonesia.
8