Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/68

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

perempuan yang teraniaya hidupnya karenanya, entah apa agaknya jawab mamaknya itu. Boleh jadi mamaknya mengusir dia dari rumahnya, tak mau berkemanakan lagi kepadanya, atau dibuang dari pada kaumnya. Guru Kasim yakin dan berani bersoal-jawab dengan siapa juga, bahwa ia berhak dan berkuasa atas anaknya. Maka dipikirkannyalah keterangan mamaknya itu dengan tenang. Setelah beberapa lamanya, nyatalah kepadanya bahwa amat senang hidup laki-laki yang menutut adat kebiasaan di kampungnya itu. Bahkan mereka kawin di jemput orang dengan uang berpuluh-puluh rupiah. Sesen pun ia tidak membelanjai isterinya, malahan sebaliknya, dia yang dibelanjai isterinya. Jika isterinya telah beranak satu, dua orang dan ia merasa tidak senang lagi bergaul dengan isterinya itu, lalu ditalakkannya. Bukankah amat mudah bagi laki-laki mencari sesuatu sebab akan menceraikan isterinya itu, perempuan yang lemah dan tidak berdaya itu. Setelah itu laki-laki itu kawin pula, demikianlah seterusnya. Sedang anaknya dengan bekas isterinya itu sedikit pun tidak dipedulikannya, dilihatnya pun tidak.

Bermacam-macamlah yang terbayang dalam pikiran guru Kasim tentang pendirian orang yang sangat berlawanan itu. Ada orang yang mengemukakan adat, mengatakan, bahwa menurut adat kemanakan itu seperintah mamaknya. Mamaklah yang wajib membela, memberi makan pakai kemanakan itu. Mamaklah yang harus mengasuh dan mendidik kemanakan itu, agar supaya ia menjadi orang baik-baik kelak. Pendeknya dalam segala hal kemanakan itu menjadi tanggungan mamaknya semata mata, sekali-kali bukan tanggungan bapaknya. Akan tetapi adapula orang yang berdiri pada agama mengatakan, bahwa anak itu tanggungan bapaknya. Mamak itu seakan-akan orang lain kepada anak itu, dan hampir tak ada pertaliannya. Bapaklah yang berhak dan wajib memelihara dan mendidik anak itu. Bapak berkuasa atas anaknya, darah dagingnya dan turunannya itu. Bapaklah yang menentukan buruk baik nasib anak itu kemudian hari. Bahkan dialah yang menanggung jawab di akhirat bila anaknya tidak diberinya pendidikan amal yang baik.

Berkacau pikiran guru Kasim mengenangkan dua pendirian orang yang lazim di tanah tumpah darahnya, yaitu pendirian yang sangat bertentangan ujudnya. Sudah berapakah lamanya keadaan yang macam itu? Manakah yang dahulu dipakai orang di Minangkabau? Aturan adatkah atau aturan agamakah? Belum

adakah terdiri adat di Minangkabau sebelum agama masuk

70