Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/6

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

KATA PENGANTAR

Pembangunan di bidang Kebudayaan adalah bagian Integral dari Pembangunan Nasional, Pembangunan bidang Kebudayaan tidak dapat melepaskan diri dari pemikiran dan usaha pengembangan dalam bidang Sastra, Karya Sastra merupakan manifestasi kehidupan jiwa bangsa dari abad ke abad dan akan menjadi peninggalan kebudayaan yang sangat tinggi nilainya. Karena itu karya sastra perlu digali dan digarap untuk dapat diresapi dan dinikmati isinya. Karya Sastra memberikan khasanah sejarah ilmu pengetahuan yang beraneka macam ragamnya. Hasil penggalian dan penggarapan karya Sastra akan memberikan rasa kepuasan rohani dan kecintaan pada kebudayaan sendiri, yang selanjutnya juga akan merupakan hambatan yang kokoh kuat bagi arus masuknya pengaruh kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kepribadian dan kepentingan pembangunan Bangsa Indonesia. Penghayatan hasil karya Sastra akan memberi keseimbangan antara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern di satu pihak dengan pembangunan jiwa di lain pihak. Kedua hal ini sampai masa kini masih dirasa belum dapat saling isi mengisi, padahal keseimbangan atau keselarasan antara kedua masalah ini besar sekali peranannya bagi pembangunan dan pembinaan lahir dan batin . Melalui sastra diperoleh nilai-nilai, tata hidup dan sarana kebudayaan sebagai sarana komunikasi masa lalu, kini, dan masa depan.

Sebagai pemakai dan peminat bahasa dan sastra Indonesia kita sering kali tidak berapa sadar akan sejarah bahasa itu sebelum ia menjadi bahasa nasional kita dan berkembang jadi bahasa sastra dan ilmu pengetahuan seperti keadaannya sekarang.

Sejak abad ketujuh bahasa Melayu dihunakan sebagai bahasa resmi di sebagian kepulauan Indonesia, seperti dapat kita lihat dari prasasti-prasasti Melayu-Kuno yang tersebar di pulau Jawa, Sumatra dan kepulauan Riau. Di samping itu bahasa tersebut dipakai juga sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan keagamaan. Hal itu dinyatakan oleh para musafir dari Tiongkok yang datang belajar di Çriwijaya, zaman itu suatu pusat pengajaran agama Budha.

Jadi saat itu bahasa Melayu sudah memegang peranan penting sebagai pendukung kebudayaan di Indonesia dan juga di semenanjung Malaka. Menilik keadaan ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sudah ada kesusastraan dalam bahasa itu, mungkin ditulis di

7