Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/55

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

ujar Tiaman dengan agak keras. "Tak dapat tiada aku akan kurus kering, tinggal kulit pemalut tulang, jika saya ditinggalkannya. Akhirnya saya menjadi gila dan mati sesat."

"Asal tidak ibu perturutkan saja hati ibu, takkan demikian benar agaknya. Lagi pula lepas puasa ini Syahrul sudah patut bersekolah. Biarlah dia saya asuh, mudah-mudahan pahit saja darahnya dan dia menjadi orang baik-baik kelak."

"Tentang sekolahnya itu jangan Sutan susahkan!" jawab Tiaman pula dengan kurang senang hati. "Bukankah Syahrul masih ada bermamak yang akan mengasuh dan menyerahkan dia ke sekolah."

Mendengar perkataan mentuanya yang demikian itu, guru Kasim terdiam, mukanya berubah dengan tiba-tiba. Ketika itu insaflah ia akan dirinya, bahwa ia hanya semenda orang di rumah itu. Menurut tilikannya tentang kemanakan seperintah mamak atau semenda ke rumah orang seperti yang diadatkan orang kampungnya sekarang itu, tidak sedikit jua sesuai dengan pikirannya. Maka pikimya, "Jika kukerasi meminta anakku, selisih jua tentangannya dan menurut adat salah jua saya. Tak dapat tiada akhirnya putus anak dengan bapak. Supaya jangan terjadi yang buruk, biarlah aku mengalah saja sekarang. Nanti kubicarakan hal ini dengan kaum keluargaku, bagaimana hendaknya yang harus aku perbuat, supaya Syahrul dapat kubawa ke Pontianak."

"Jika demikian benar keras ibu menahan Syahrul, sudahlah!" ujar guru Kasim sambil memperkatupkan gerahamnya menahan marah. "Saya maklum akan arti kata ibu itu, dan saya tahu pula siapa saya di rumah ini. Saya terpaksa mengalah, karena sungguhpun Syahrul anak kandungku, tapi dia kemanakan mamaknya."

Guru Kasim tidak menanti jawab mentuanya lagi, melainkan terus berdiri dan berjalan hendak turun. Meskipun ia ditahan Datuk Besar yang hendak mencampuri percakapan itu, supaya yang kusut jadi selesai dan yang keruh jadi jernih, tidak diindahkannya sedikit jua. Setelah mencium anaknya yang sedang tidur nyenyak beberapa kali, guru Kasim pun turun, lalu berjalan.

57