IV. KABAR BURUK
Senang susah silih berganti,
demikian sudah zaman ke zaman.
Jika bencana menimpa diri,
tetapkan hati, teguhkan iman.
Petang silam malam pun datang, bulan terang purnama raya. Bintang-bintang gemerlapan cahayanya, berkilau-kilauan di langit, sebagai kunang-kunang di tempat gelap. Awan berarak beriring-iring dari utara lalu ke selatan. Angin timur berembus lunak lembut, daun kayu bergoyang perlahan-lahan, sebagai melambai kelihatan dari jauh. Sekalian margasatwa telah bersembunyi di dalam sarangnya masing-masing, hanyalah burung elang malam dan sebangsanya yang terbang melayang-layang atas angkasa. Cacing tanah berbunyi berdengung nyaring tidak berkeputusan, bunyi cengkerik bersahut-sahutan tak berhenti-hentinya.
Pada halaman sebuah rumah di Gang Manggis, Pontianak, duduk seorang muda di atas sebuah bangku, merenung bulan yang sedang memancarkan sinarnya yang kuning emas itu. Sekali-sekali orang itu menarik napas panjang, sambil melayangkan pemandangannya ke sebelah barat, ke arah letak negeri kampung halamannya. Kasim guru. kepala sekolah Gubernemen Pontianak terkenangkan anak isteri, handai tolan dan kaum keluarganya yang telah hampir dua bulan ditinggalkannya.
"Aduhai!" kata guru Kasim perlahan-lahan sendirinya, "pada bulan pumama itulah pemandangan kami dapat bertemu. Ke sana, ya, kepada puteri malam itulah aku dapat memuaskan hatiku, tempat mempersuakan kebatinan perasaan kami selama perpisahan ini. Keinginan dan rindu dendam yang hampir tak dapat kuderitakan ini, hanya raja malam itulah yang kuharap menyampaikan kepada anak isteriku, karena kami berjauhan, seorang di sana seorang di sini, di seberang lautan, di bali, gunung dan hutan rimba raya.
Syahrul, anakku tuan! Hubungan, nyawa pengarang jantung, tambatan larat ayah kandung! Bagaimanakah halmu sekarang, sakitkah engkau, demamkah sayang? Tunggulah anak, nantilah adik, tak lama lagi ayah akan pulang menemui engkau, membawa kalian keduanya. Aku tak sanggup terpisah dari anakku yang tunggal seorang itu, dia akan kubawa barang ke mana jua pun.
"O...... ibu isteriku mengalangi pergaulan kami. lbunya, Tiaman itu yang menceraikan daku dengan anak isteriku. Sebab dia-
38