dipindahkan jadi guru kepala ke Pontianak."
"Ke Pontianak ?" ujar Datuk Besar dengan agak terkejut. "Jauh benar Sutan dipindahkan. Bila Sutan terima beslitnya ?"
"Baru tadi petang, mamak !"
Tiaman terperanjat mendengar kabar itu. Ia duduk termenung, sebentar-sebentar menarik napas. Mukanua pucat, lalu berkata dengan gugup, katanya, "Ke Pontianak ...... Bukankah Jaliah orang Pulai sudah dibawa suaminya ke negeri itu, Sutan?"
"Ya, tetapi Sutan Pangeran ke Sintang, jauh di hulu, berpuluh-puluh pal dari Pontianak."
"Ya Allah ..... kalau begitu di negeri Dayak ?" ujar Tiaman dengan ketakutan amat sangat. "Jaliah menceritakan kepadaku, bahwa orang negeri itu suka mengayau kepala orang. Hiiih .................., tegak bulu romaku mengenangkannya. Jangan Sutan, jangan mau dipindahkan ke sana. Konon akan mencari mati, apa gunanya bekerja."
Muka Tiaman semakin bertambah pucat jua. Ia gemetar, karena tampak-tampak olehnya bahaya yang akan menimpa menantunya di negeri itu. Dalam hatinya sekali-kali tak izin menantunya pergi ke Pontianak. Dalam pada itu guru Kasim berkata, akan menyabarkan hati orang tua yang dalam ketakutan itu, katanya, "Tidak apa, ibu ! Benar orang negeri itu masih banyak yang biadab suka mengayau kepala orang, tetapi di dalam hutan rimba raya, jauh di tengah-tengah pulau itu. Sedangkan Sutan Pengeran suami Jaliah di Sintang, jauh di hulu Pontianak selamat saja, apalagi saya di kota ramai, di negeri yang sama juga keadaannya dengan di sini. Ibu jangan khawatir, ceritera Jaliah kepada ibu itu berlebih-lebihan. Sekarang boleh dikatakan tak ada lagi kejadian orang mengayau kepala orang di sana. Ada juga sekali-kali, tetapi yang melakukannya orang gunung, beratus-ratus pal jauhnya dari kota Pontianak."
"Sungguhpun demikian, hatiku tak senang." jawab Tiaman dengan gelisah. "Biarlah Sutan di sini saja selama-lamanya. Lagi pula sangat jauh; kata Jaliah, berhari-hari dalam kapal maka sampai ke negeri itu. Di sini kita senang, dilingkung kaum keluarga. Jika Sutan di sana sakit ngelu pening, apakah daya badan jauh di seberang lautan."
"Perkara sakit senang, hidup dan mati itu, di sini dan di sana sama saja, ibu. Jika dengan kehendak Tuhan di sana tanah
23