Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/13

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

itu. Lihatlah ketika isteri engku Tahir bersalin di sini. Amat banyak isteri kawan-kawan kita yang menolong, mereka bergilir berganti-ganti membela isterinya.” -

”Itu pun saya terangkan, tetapi dia berkeras juga hendak membawa anaknya. Saleha mesti bersalin di kampung, di hadapan sanak saudaranya. Anaknya bukan terbuang, katanya. Sanaknya masih ada yang akan menolong, mengapa pula orang lain yang akan membantu.”

"Wah, mentua engku sudah kurang bersenang hati rupanya,” jawab guru Kasim sambil memperbaiki duduknya. "Sekian sajakah alasan engku untuk menahan Saleha supaya beranak di sini?”

”Hati saya sudah mulai tersinggung mendengar perkataannya itu, tetapi saya jawab juga dengan sabar. Saya terangkan apa kebaikannya beranak di sini daripada di kampung. Jika terjadi bahaya melahirkan anak di sini, mudah mendapat pertolongan dokter. Tetapi di Kota Anau ke mana dokter akan dicari. Bahkan saya katakan juga kepadanya, bahwa beranak di kampung besar bahayanya, karena dukun kampung jarang yang pandai. Lagi pula kebersihan orang bersalin itu mesti dijaga benar-benar, dan saya sendirilah yang akan dapat membela dalam hal itu.”

”Benar! adakah termakan dalam hatinya keterangan engku itu?”

”Wah, mentua saya mendeham seakan-akan mengejekkan mendengar perkataan saya itu. Diceriterakannya, bahasa dia sendiri telah lima kali melahirkan anak, tetapi tidak kurang suatu apa. Bahwa dia lebih sanggup menjaganya, karena telah berpuluh-puluh kali melihat orang beranak. Bahwa dahulu belum ada dokter, tetapi orang selamat juga bersalin. Dan bahwa pengetahuan saya tak sedikit juga dalam hal orang beranak itu, sebab itu sia-sia kalau Saleha bersalin dalam penjagaan saya.”

”Ha, ha, ha!” guru Kasim tertawa. "Apa pula jawab engku?”

"Maka saya ceriterakanlah dengan panjang lebar apa bahaya yang boleh menimpa orang beranak, jika kebersihan ibu dan anak itu kurang penjagaannya. Demikian pula keadaan dukun-dukun kampung yang sangat kotor tangannya ketika menyambut anak lahir, yang boleh membawa maut kepada anak dan ibunya, sebab tangan dan kuku yang kotor itu mengandung kutu-kutu penyakit.”

”Adakah lembut hatinya mendengar keterangan engku yang demikian?”

”Lembut? Jangankan lunak hatinya, melainkan dia meradang,

15