Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/11

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

lalu berkata, "Ah, pikiran engku Kasim sedang melayang ke langit hijau rupanya. Mengganggu-ganggu kesenangan engku saja saya datang ke mari.”

”Tidak !” ujar guru Kasim sambil berdiri menyilakan sahabatnya duduk. "Saya baru saja duduk, habis memeriksa pekerjaan anak-anak. Ke mana engku Burhan selama ini ? Konon kabarnya nyonya lama sudah pulang "Sudah datangkah nyonya baru?”

”Siapa pula mengatakan, bahwa saya sudah kawin?” ujar guru Burhan dengan tercengang.

”Jangan bersembunyi di balik lalang sehelai, sahabat! Saya mendengar kabar dari angin lalu. Apa gunanya disembunyikan pula.”

”Tidak, sungguh tidak, apa gunanya saya dustakan. Benar isteri saya pulang, tetapi bukan pulang bercerai atau karena saya hendak kawin. Engku tahu bahwa isteri saya dalam hamil, masakan saya akan beristeri baru.”

”Ah, jika hati di sana, takkan teralang karena itu,” ujar guru Kasim sambil bergurau. "Orang yang boleh dipercaya benar yang mengatakan kepadaku.”

"Tidak, kata saya, ia juga, kata engku,” jawab guru Burhan dengan agak keras dan kurang bersenang hati." Maaf engku! saya tidaklah pro polygamie, suka beristeri banyak seperti kebanyakan orang di sini.”

”Bah! Engku telah membawa-bawa negeri saya pula!” jawab guru Kasim dengan sabar. "Kuman di seberang lautan tampak, tetapi gajah di pelupuk mata engku tiada kelihatan. Engku Jamal, orang kampung engku sendiri, bukantah' telah sepuluh kali beristeri? Keadaan negeri kita sama saja, setali tiga uang. Sebab itu tak usah kita perbincangkan lagi hal itu,karena akan panjang kissahnya. Sudahlah, hingga itu saja kita perhentikan. Syukur, jika engku tidak beristeri baru, karena kasihan saya kepada iparku, seorang yang berbudi, sopan dan santun. Nah, sekarang apa kabar? Sudahkah bersalin iparku, dan adakah selamat saja?”

"Kabar tidak, berita pun tidak, entah sudah bersalin entah belum, saya tidak tahu,” ujar guru Burhan sebagai orang berkesal hati.

"Tidak tahu, bagaimana?” jawab guru Kasim dengan heran. "Belum datang jugakah kabar dari kampung? Apakah sebabnya tidak di sini saja isteri engku bersalin? Bukankah lebih baik di sini daripada; di kampung?”

13