-31-
diri atas sawah dan ladang rakjat oentoek penggadji pegawai boemipoe-tera (katja 12 dan dll).
Seteroesnja van Vollenhoven berkata: „Dibandingkan dengan pera-toesan radja radja Djawa jang hampir sama boesoek dengan kebiasaan kita, „masih terbatas” dalam keradjaannja sadja, Kedoe, Djokjakarta dan Soerakarta, tetapi kita meloeaskannja sampai melipoeti seloeroeh poelau itoe, (katja 16).
Pegawai-pegawai desa mengambil sesoeatoe kepoenjaan rakjat jang baik oentoeknja dan diberikannja jang boeroek kepada rakjat jang bodoh. Semoea itoe perboeatan sewenang-wenang. (katja 17).
Apakah jang kita harapkan sekarang? Tanja van Vollenhoven se teroesnja. Apakah kita berangsoer-angsoer akan mengehentikan kerewelan perkara sawah ladang karena padjak tanah - ini soedah terdjadi. Apakah kita berangsoer-angsoer tidak lagi akan mengambili sawah ladang dan keboen paksaan rakjat, ini soedah terdjadi. Apakah kita akan mengoerangi dan menghapoeskan akibat jang meroegikan dari kerdja paksa atas tanah tanah kepoenjaan rakjat - ini soedah terdjadi Dan selandjoetnja kita beladjar mendiamkan tangan kita jang gatal itoe. Jang belakangan ini beloem terdjadi. (katja 20).
Bila pada tahoen 1919 seorang Djawa jang haknja atas tanahnja diroegikan seharga f1000._ datang mengadoekan hálnja kepada kontro-leur, ia akan dihoekoem 8 hari kerdja paksa, bila ia menghadap presiden pengadilan negeri ia akan didjawab: „tidak ada waktoe”; dan bila orang itoe pergi minta perlindoengan wali Negeri, „seri padoeka toean Besar tidak berkenan mendjawab" Dalam bahasa Belanda jang agak haloes diseboet hal itoe „godsgeklaagd” (katja 26)
Seringkali terdjadi ditengah-tengah sebidang tanah jang akan dibe-rikan pemerintah kepada tocan2 besar keboen, ada sawah atau ladang boemipoetera. Menoeroet oendang2 tanah itoe, tidak boleh diambil ketjoeali djika oentoek keperloean pemerintah sendiri. Tapi dalam praktiknja orang berichtiar memboedjoek si inlandertje soepaja maoe menoekarkan haknja dengan wang. (katja 26).
Sekarang kesimpoelan dari Prof. van Vollenhoven jang tak dapat ditjela kebenaran dan kenjataannja itoe:
„Tetapi roepanja inilah jang sepenting-pentingnja - orang Indonesia jang poenja tanah sendiri, soenggoeh sangat soesah akan mempoenjai persaan selain dari pelanggaran teroes-moneroes, doesta dan penipoean atas hak tanahnja jang sah diatas kertas, sebagai daja-oepaja jang tak habis-habisnja oentoek merampasi haknja tadi atau berdaja oepaja soe-paja ia djangan dapat mempergoenakannja. (katja 28).
Kita masih dapat mengoetip beberapa goegatan dan kesimpoelan van Vollenhoven jang berkenaan dengan penipoean atas tanah dengan djalan mengoebah kalimat oendang2 dengan meroesak dan melanggar oendang-oendang itoe sendiri dan tentang sebab-sebab pemberontakan di Soe-matera Borneo, jakni pentjoerian tanah. Tetapi jang terseboet diatas soe-dah memadai.
Dan tidakkah sekalian kenaikan padjak sekarang itoe soeatoe kese-wenang-wenangan kasar, djika kita pergoenakan perkataan Prof. Vollenhoven sendiri?. Adakah rakjat kita diberi tahoe, waktoe pemerin-