Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/79

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Tingkatan Pelaajaran

 Pertama ialah mengenal empat buah kalimat pokok; masing-masing terdiri dari 5 buah huruf, djadi sama sekali 20 buah huruf Djawa. Empat buah kalimat itu diberikan sekali-gus, tidak satu demi satu. Guru lebih dahulu mengatakan sebuah kalimat jang pertama, murid-muridnja besar ketjil menirukan bersama. Disambung kalimat jang kedua, ketiga, clan hingga kalimat jang penghabisan. Lalu dihafalkan oleh semua murid-murid itu seperti berlagu menjanji bersama, dengan perasaan bebas. Perlu diterangkan bahwa tiap-tiap huruf Djawa itu, telah merupakan sebuah suku kata jang bersuara a atau (a). Tjara ini sesuai dengan pendapat Dr. Ovidi Decroly, seorang orang Belgia, dalam pertjobaan-pertjobaan jang luas, anak-anak lebih mudah mengenal kalimat-kalimat pendek dari pada huruf demi huruf, bahkan mengenal huruf-huruf lepas itulah jang tersukar bagi anak-anak. (Lihat Cryns dan Reksosiswojo), djilid II tjetakan ke enam, halaman 19) . Tjara memberikan peladjaran mengenal huruf sebagai diatas itu dalam kasusasteraan kita umumnja disebut ,,methode Adjisaka", sesudahnja susunannja dibagi mendjadi 8 (delapan ) tingkat, sebagai berikut:

  1. Menghafal alfabet jang berdjumlah dua puluh jakni
HA NA TJA RA KA,
DA TA SA WA LA,
PA DHA DJA JA NJA,
MA GA BA THA NGA,

Setelah hafal barulah mulai mengenal (bunji)

a u, oe e dan e (pepet)
a. hi, ni, tji, ri, ki,
di, ti, si, wi, li,
pi, dhi, dji, ji nji,
mi, gi, bi, thi, ngi,

 Demikianlah seterusnja, dengan ,,u" ,,e" ,,o" dan lain-lain. Selandjutnja barulah mulai pada tingkat-tingkatnja jang lain jang lebih sukar. D~mikianlah dafam waktu 'heberapa bulan sadja murid-murid sudah dapat membatja kata-kata.

 Dengan adanja guru · kampung dan guru teman sedj~wat ini tiap-tiap rumah pembesar, bangsawan, Pengeran, Bupati, Wedono dan lain-lain dcngan sendirinja pemberintasan buta huruf sudah berdjalan, bahkan lebih luas dan mendalam, karena disamping pdadjaran tulis menulis, djuga discrtai pendidikan budi pekerti, sedjarah dan tata susila.

 Dengan tanpa diketahui oleh chalajak ramai, tidak sedikit para putcra/puteri dalam Keraton clan Pura Paku Alaman jang dapat menulis karangan jang berbentuk puisi jang bermutu tinggi.

 Demikian pula para kaum bangsawan Kedaton banjak jang berusaha mempeladjari kesusasteraan Djawa klasik.

 Usaha mereka itu sebagian bcsar, karena kewadjiban jang berhubungan dengan tugasnja sendiri, setengahnja disebabkan karena hasrat untuk memelihara dan memiliki warisan-warisan leluhurnja. Maka mendjadi teranglah bahwa pendidikan dan pengadjaran jang timbul dalam tiap-tiap keluarga Radja didalam kampung-kampung

merupakan faktor penting, jang menghasilkan ,,sebagian besar penduduk kota Jogjakarta pandai membaja dan menulis huruf Djawa".

63