Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/17

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Orang Minang sangat terbuka pada hal-hal yang baru, tetapi di sisi lain mereka sangat setia pada masyarakat dengan tradisi dan budayanya sendiri. Mereka sangat menjunjung tinggi dasar falsafah orang Minang yang selalu menjaga keseimbangan dalam pertentangan. Persoalan itu menjadi isu sentral sebagian besar karya pada periode 1920-1940 itu. Kenyataan tersebut menjadi salah satu pendorong tim peneliti untuk mengangkat persoalan konflik sebagai konsep estetika novel berlatar Minangkabau periode 1920-1940 sebagai objek penelitian.

Dunia sastra merupakan dunia terbuka, dunia alternatif yang memiliki makna universal. Ia merupakan gabungan dari dunia imajinatif dengan dunia realita yang keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dan berlangsung secara terus- menerus. Sastra sebagai dunia yang universal, terbuka untuk berbagai penafsiran. Berbagai disiplin ilmu dipakai untuk mendekati, memahami, dan memaknai kesusastraan. Sosiologi, Antropologi, Psikologi, Sejarah, Agama, bahkan Ilmu Filsafat pun dipakai untuk mendekati kesusastraan. Begitu kayanya dunia sastra serta begitu beragamnya persoalan yang diangkat dalam kesusastraan sehingga akan dapat menambah dan membawa kearifan terhadap manusia dalam menyikapi dilema kehidupan. Dengan sastra, manusia akan sampai pada pemahaman terhadap diri dan manusia lainnya, serta nilai kemanusiaan yang memungkinkan manusia untuk tidak mementingkan diri sendiri dan lebih bijaksana dalam menyikapi hidup dan kehidupannya di tengah masyarakat.

Salah satu bidang ilmu yang dapat digunakan untuk mendekati kesusastraan adalah Ilmu Filsafat. Estetika sebagai bagian dari Ilmu Filsafat pada awalnya belum begitu populer dalam pengkajian sastra. Menurut Teeuw (1984:346); pada umumnya yang dibicarakan dalam karya sastra adalah yang berkaitan dengan sastra sebagai seni bahasa. Namun, sastra juga merupakan bentuk seni yang dapat didekati dari aspek keseniannya dan dari segi inilah sastra dilihat secara estetis.

Dalam sejarah perkembangan sastra Indonesia, gagasan tentang konsep estetika yang dapat membedakannya dari

5