Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/155

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

tidak ada. Padahal menantu itu adalah kemegahan yang paling tinggi di kampung. Terutama bila hari baik bulan baik, misalnya di bulan Hari Raya, di bulan Haji dan di bulan Maulud. Biasanya perempuan-perempuan muda membawa juadah berbagai-bagai ragam ke rumah mertuanya. Cuma mereka saja yang tidak menerima juadah itu, karena menantu sendiri tidak di kampung dan tidak pula orang kampung sendiri (Hamka, 1977:53).


"Kamipun tidak mau kalau engkau bercerai dengan dia, karena budi bahasanya dengan kami sangat elok. Tetapi ada pula yang harus difikirkan. Kalau kita beristeri orang yang bukan orang kampung kita, adalah amat sulit, kesulitannya ialah di hari tua" jawab perempuan-perempuan itu pula. "Dan kalau engkau bawa dia ke kampung di hari tuamu, di mana dia kau tinggalkan dan ke mana dia akan engkau bawa. Engkau buatkan dia rumah, tidak ada tanah buat dia. Tanah kita sempit, sawah kita telah banyak dijadikan perumahan, karena tidak cukup tanah. Lagi pula menurut pesan orang tua-tua apabila dimasukan orang suku lain ke dalam pekarangan tanah kita, dia akan kekal dannpersukuan kita sendiri akan punah. Kalau engkau turutkan ke mana dia, baik pulang ke negerinya atau sama-sama tinggal di rantau tentulah engkau hilang larat buat selama-lamanya, terpisah dari kami. Ini benarlah yang kami rusuhkan" (Hamka, 1977:54).


Beberapa kutipan di atas menggambarkan pandangan masyarakat terhadap perkawinan laki-laki Minang dengan perempuan asing. Orang Minang akan menganggap hina perkawinan tersebut. Kaum kerabat akan terkena aib dan malu

143