Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/149

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

itu masih sangat asri. Di sisi kanan dan kiri jalan kita temui pohon pala, kulit manis, dan kopi. Penggambaran latar yang jelas seperti itu membuat pembaca merasa turut merasakan keindahan tempat yang digam-barkan. Mereka seolah-olah bisa merasakan sendiri keberadaan mereka di lokasi yang menjadi latar cerita tersebut.

Suasana pantai di Kota Painan, tempat Masrul bekerja, dalam Kalau Tak Untung juga digambarkan dengan cukup realistis, seperti yang tersurat dalam kutipan berikut.

Hari amat bagus, matahari yang hendak menyerbukan diri ke lautan Hindia yang mata besar itu memancarkan cahaya yang amat indah. Laut berkilat-kilat sebagai dilapisi dengan air emas, puncak-puncak bukit di sebelah timur berwarna merah dan langit berawan yang berwarna-warna, membuat bermacam-macam bentuk. Angin berembus sepoi-sepoi basah dan ombak menderu-deru, merayukan hati orang yang berjalan di tepi pantai ketika itu (Selasih:2002:55).


Hari bagus cuaca terang. Bulan memancarkan cahayanya dengan lemah ke seluruh bumi. Langit bersih, seawan pun tak kelihatan, cakrawala ditaburi oleh bintang yang indah itu. Alam hening sebagai tidur bersama makhluk yang menghentikan lelah pada malam yang tenang itu (Selasih,2002:106).

Latar realis di novel itu memperlihatkan keadaan yang sesungguhnya. Penggambaran keadaan alam yang indah itu menambah daya tarik novel. Selain itu, terlihat dengan jelas besarnya rasa syukur pengarang novel tersebut kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta alam semesta. Dengan menggunakan bahasa yang memikat, pengarang menuturkan kemegahan karunia Ilahi.

137