Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/134

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

sanak saudara di kampung. Harta dan kekayaan yang dibawa ke kampung dari rantau merupakan tolak ukur keberhasilan orang Minang di rantau. Kekayaan itu harus diperlihatkan dan dipertontonkan. Orang kampung tidak akan peduli engan cara apa kekayaan itu diperoleh atau dengan apa semua baju dan perhiasan yang bagus-bagus itu dibeli. Yang tampak di lahir itulah yang paling penting bagi orang kampung.


Sudah hampir tiga tahun merantau. Menurut adat di kampung sudah patut pula Mariatun dibawa pulang. Apalagi hendak memperlihatkan anaknya kepada kaum kerabat. Pulang beranak-anakpun perlu belanja, perlu kain selengkapnya, perlu membeli barang mas untuk Mariatun sendiri, jangan kalah hendaknya dari pakaian Poniem seketika dia dibawa pulang dahulu. Dan anak sendiri, anak perempuan. Pakaian anak perempuan meskipun belum cukup usianya dua tahun tentu ada pula hendaknya. Sekurang-kurangnya subang emas semacam gelang tangan, gelang kaki dan dukuh. Semuanya tentu dari emas. Kalau tidak tentu malu awak, terlebih-lebih seketika mula-mula turun dari atas oto, seketika anak itu disambut neneknya dari tangan ibunya. Hendaknya tangan yang mengulurkan harus merah dan diri anak itu sendiri mesti berpalut pula dengan emas. Waktu turun dari atas oto itulah lagaknya yang dicita-citakan oleh tiap-tiap orang yang merantau ke Deli, walaupun sesudah itu tidak akan melagak lagi (Hamka, 1977:112).


Hal yang sama juga terlihat dalam Karena Mentua. Marah Adil termotivasi pergi merantau karena melihat orang sekampungnya yang berhasil di perantauan. Pulang ke kampung, ia membawa uang yang banyak sehingga ia bisa mendirikan rumah untuk kemenakannya. Bisa membelikan

122