Lompat ke isi

Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/123

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

lain didukung oleh ego manusia sendiri. Ego inilah yang memotivasi orang Minang untuk hidup dalam persaingan secara terus menerus. Persaingan itu dilakukan orang Minang demi harga diri yang diinginkannya tadi. Harga diri yang terwujud dalam kemuliaan, kenamaan, kepintaran, kekayaan, dan menjadi sama dengan orang lain inilah yang diinginkan oleh orang Minang. Nilai tersebut dicapai dari persaingan dalam melawan dunia orang lain. Orang Minang beranggapan bahwa jika orang lain mampu, tentu mereka pun mampu juga. Begitu juga sebaliknya, jika mereka mampu, tentu orang lain Pun juga mampu.

Dalam novel Karena Mentua, Marah Adil, yang didorong oleh keinginan untuk membuktikan diri pada mertua dan orang kampungnya, memutuskan untuk pergi merantau. Ia berkeyakinan bahwa jika orang lain mampu dan sanggup bertahan dan berhasil di rantau orang, ia pun tentu mampu bertahan di perantauan. Walaupun tidak memiliki modal materi, hanya bermodalkan semangat dan keinginan untuk aju, Marah Adil berangkat meninggalkan kampung halaman. Ia berkeyakinan bahwa dengan niat yang tulus dan diiringi oleh semangat yang tinggi akan membuahkan hasil yang diinginkan. Walapun tidak memiliki kenalan dan saudara di daerah yang akan dituju, ia yakin bahwa ia akan menemukan tempat untuk menyandarkan diri.

Jatuh bersambut, hilang bercari, sungguh adat kebiasaan sedemikian berjasa benar kepada masyarakat Minangkabau, terutama dalam penggalasan di rantau orang. Kalau tidak, mustahil anak-anak Minang akan berani meninggalkan kampung halamannya, pergi mencari nafkah diri, bahkan pergi menuntut ilmu pengetahuan pun ke negeri asing dengan tiada mempunyai tulang-punggung yang lavak dan kuat. Ke mana saja mereka itu pergi dengan tidak berwas-was, asal di tempat itu ada tinggal orang sekampungnya. Dan sifat mereka itu pun, pada umumnya, tiada memantangkan barang sesuatu

111