Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/102

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

sifatnya lain daripada Asnah. Jadi dapatkah ditinggalkannya ibu yang baik itu, tempat ia berutang budi itu? Sampai hatikah ia akan berbuat demikian? Tentu tidak! Asnah bukan tidak tahu menerima kasih (Iskandar, 2003:52).

Pada akhirnya, kesabaran dan cinta kasih yang tulus Asnah pada Asri menyatukan gadis itu dengan pemuda yang dicintainya. Meskipun adat melarang Jaki-laki dan perempuan kawin sesuku, agama membolehkan perkawinan serupa itu.

Adat melarang laki-laki dan perempuan sesuku kawin, padahal agama membolehkan. Lagi pula lupakah Engku bahwa Tuhan mengadakan jodoh (perempuan) bagimu (laki-laki) dari pada dirimu (laki-laki) jua (Iskandar, 2003:206).

Larangan kawin sesuku tersebut merupakan aturan dalam sistem perkawinan orang Minang yang bersifat eksogami. Sistem perkawinan ini tidak membolehkan orang Minang kawin dengan pasangan yang berasal dari suku yang sama. Sementara itu, dalam kehidupan pergaulan antarsuku ada batasan yang mengatur hubungan antarsuku tersebut. Suku yang satu menganggap suku yang lain sebagai orang luar yang tidak dapat saling berbagi malu. Sedapatnya aib yang menimpa suku yang satu jangan sampai diketahui oleh suku yang lain. Kenyataan seperti itu kembali memperlihatkan suatu kontradiksi.

Di satu pihak suku lain dipandang sebagai orang luar yang terpisah, tetapi di pihak lain suku lain itu disatukan dengan suku tertentu dalam lembaga perkawinan. Di sini terlihat kecenderungan orang Minang untuk hidup dalam alam yang penuh dengan konflik, tetapi selalu ada keseimbangan dalam pertentangan yang terjadi. Hal itu terbukti dengan berhasilnya Asri menikahi Asnah yang sesuku dengannya. Meskipun adat tidak membolehkan, masih ada Cara lain yang bisa ditempuh untuk melangsungkan perkawinan tersebut. Akhirnya mereka melangsungkan

90