Agama itu ada dan tidak dapat disangkal adanja.
Menurut pendapat saja, maka seseorang jang memeluk agama, tidak akan dapat bertindak, selain dari sebagai seseorang jang beragama. Maka kalau dia berfalsafah, maka diapun mau atau tidak mau, akan berfalsafah sebagai seseorang jang beragama. Sebagai orang jang beragama, tidak dapat dia menjingkirkan pengaruh agama itu dari dirinja. Kalau dipaksakannja djuga, maka jang demikian itu adalah tidak sewadjarnja dan hasilnja pasti tidak akan memuaskan.
Berdasarkan pernjataan diatas, dapatlah dikemukakan, bahwa ada 3 kemungkinan jang dapat terdjadi terhadap falsalah dari seseorang jang beragama itu, jaitu:
I. falsafah berada dalam harmoni dengan agama dalam dirinja,
II. falsafah dan agama berada dalam pertentangan dalam dirinja,
III. dia tidak benar mendjalankan agamanja.
Sebagai seseorang jang merupakan kesatuan, tentulah pandangan hidup jang dianut oleh seseorang itu harus berada dalam harmoni dalam dan bagi dirinja. Djadi bagi manusia itu, tak ada djalan lain jang sebaik-baiknja, dari berfalsalah jang berada dalam harmoni dengan agama.
Dua kemungkinan lainnja, jaitu falsafah jang bertentangan dengan agama, atau agama jang tidak benar didjalankan, tentulah tidak akan membawa kepuasan bagi manusia itu.
Maka menurut pendapat saja harus ada harmoni antara agama dan falsafah, antara kejakinan dan pikiran (ratio) dalam diri manusia itu. Ini amatlah penting bagi manusia itu, sebab adalah mendjadi kenjataan, bahwa tiap2 orang pada satu ketika dia akan berfalsafah, sebab dia adalah mempunjai pikiran (ratio).
Soalnja sekarang, ialah, bagaimanakah memberi isi pada harmoni ini dan bagaimanakah tjaranja merealiseer harmoni ini.
MINIMUM.
Dalam menghadapi hidup dan alam itu dan dalam mentjari dan memberi isi pada hidup dan alam itu, setjara minimum, manusia itu hendaklah menerima keadaan jang bertjorak ragam dan setiap saat berobah-obah itu, seperti keadaan biasa sadja, jang harus ditrimanja dan djanganlah manusia itu dipengaruhi oleh keadaan jang berlain-lain dan jang berobah-obah pula jang terdapat dalam dan diluar dirinja,
Dikatakan bahwa pendirian seperti ini adalah jang minimum.
Dengan falsafah harus ditjapai oleh manusia itu maximum kepuasan bagi dirinja.
Berhubung dengan ini, dapatlah didjelaskan dan ditjapai oleh falsafah itu kepuasan jang setinggi-tingginja bagi dirinja.
Sebagaimana telah diterangkan diatas, maka oleh sebab saja memeluk agama, maka tjara saja berfalsafah, atau system falsafah saja, tentu tidak dapat saja pisahkan dari adjaran agama jang saja peluk.
Saja berfalsalah, sebagai orang jang memeluk agama.
Saja beragama tidak dapat saja sangkal.
Maka berhubung dengan itu, jakinlah saja bahwa ada dan hidup manusia dan adanja alam itu adalah rachmat Allah.
Rachmat Allah ini tidak sama dangan dasar optimis dan pandangan hidup jang optimiss.
Rachmat Alah itu adalah lebih dalam dan luas pengertiannja.
RACHMAT ALLAH.
Setjara garis besarnja, maka pandangan hidup saja terhadap manusia dan alam itu adalah sebagai berikut:
77