Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/50

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

 DENGAN berdjudul „Kembali kekepribadian Indonesia“ dalam kesempatan Hari Natal Mar. A. Sugiopranoto S.J. mengatakan dalam renungannja, bahwa kembali kekepribadian Indonesia berarti berusaha sekuat tenaga untuk menempuh djalan kearah kemadjuan dalam segala lapangan dengan memelihara, memperkembangkan dan mempertinggi kepribadian Indonesia. Kepribadian Indonesia adalah kepribadian manusia biasa jang bernegara Republik Indonesia, Adapun manusia selama hidup diatas bumi ini bagaikan margasatwa jang berakal-budi dan belum selesai perkembangannja, karena-nja ia harus berusaha untuk menjempurnakan kepribadiannja. Pada manusia terdapat dualisme, baik menurut keadaannja, maupun menurut kesusilaannja, Oleh karena manusia merupakan gabungan dari badan dan djiwa, jang ditakdirkan bersatu mewudjudkan suatu kepribadian, maka kadang2 terasalah ketegangan diantara kedua bagian itu, jang pada hakikatnja memang bertentangan keadaannja. Disamping ketegangan badan dan djiwanja sering2 timbullah dualisme antara kodrat dan rahmat jang dianugerahkan oleh ilahi kepadanja. Maksud pendidikan diri-sendiri ialah mentjiptakan kesatuan jang kuat untuk melenjapkan ketegangan itu. Itulah akan tertjapai djikalau anasir jang termulia dan tertinggi dalam manusia meradjai jang hina-dina. Manusia hendaknja djanganlah menjerahkan diri dengan tiada bersjarat kepada nalurinja, nafsuaja, tjitarasa dan tjenderungnja jang ingin meradjalela, tetapi haruslah menguasai dan meradjai semuanja itu, sehingga dapat hidup dalam suasana jang senang dan tenang, berdasarkan pada kebenaran, keindahan dan kebaikan. Untuk memenuhi harapan ini, make Mgr. Sugiopranoto mengadjak kita kembali kepada kepribadian Indonesia dengan berusaha membentuk masjarakat jang teosentrik, jang mendjundjung manusia sebagai machluk Tuhan. jang bersifat koperatif dan organik dan jang personalis dan demokratik. Dengan demikian kita dapat mewudjudkan suatu rakjat jang berkepribadian merdeka, mau berpikir sendiri, sedar akan pertanggungandjawabnja dalam mengambil bagian dalam pemerintahan dan sedar pula serentak bergotong-rojong berdasarkan keadilan dan ketjintaan, masing2 menurut kedudukannja dan kemampuannja sendiri2 demi keselamatan, kesedjahteraan, kemakmuran dan kemuliaan nusa, bangsa dan negaranja.

 Renungan Mgr. Sugiopranolo diatas disebutnja sebagai Renungan Natal, tetapi kiranja bukan hanja bagi umat kristen sadja ditudjukan, melainkan kepada kita semuanja. Memang, dan djika kita hubungkan dengan kebudajaan, maka kita fjatatlah, bahwa tjiri2 daripada kebudajaan ialah perkembangan kemanusiaan, karena kebudajaan tidaklah lain daripada peristiwa2 kemanusiaan. Ini mengandung pengertian, bahwa kebudajaan itu mengandung aspek2 sedjarah, Oleh kerena itu kebudajaan Indonesia merupakan suatu kenjataan, sebagaimana sedjarah Indonesia merupakan djuga suatu kenjataan. Perdjuangan kebudajaan Indonesia menghadapi kebudajaan kolonial (Belanda, Djepang, dsb) bermula sedjak kolonialisme itu memulai sedjarahnja di Indonesia. Kenjataan ini dapat diterangi berdasarkan hukum dialektik. Sebagaimana ditundjukkan oleh hukum dialektik itu, maka kebudajaan Indonesia bergumul dengan kebudajaan asing dalam peristiwa jang sama, jaitu peristiwa dari sedjarah Indonesia. Akan tetapi tidak berarti, bahwa kebudajaan Indonesia ilu mempunjai tudjuan (destination) jang sama dengan kebudajaan asing (kolonial) tu. Djustru oleh antitetikalnja kedua kebudajaan jang bergumul dalam suatu peristiwa itu, maka kenjataannja dapatlah diterangkan dengan menundjukkan terdapatnja perlawanan rasa-nilai, jaitu perlawanan antara rasa-nilai nasional disatu pihak dan rasa-nilai kolonial (asing) dilain pihak. Berdasarkan keterangan ini mudah sekali dipahami, bahwa kebudajaan asing itu untuk sementara waktu dapat mempengaruhi, mungkin djuga menguasai kehidupan bangsa Indonesia, tetapi tidak dapat mendjalinkan diri didalam kehidupan bangsa Indonesia mendjadi kepribadian Indonesia.