Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/202

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

buat perbedaan ini umpamanja adalah faktor bahasa. Mekanisme² otak manusia jang mengadakan hubungan dengan kala² mempunjai sifat jang aneh, jaitu mekanisme lab dapat berbenturan dengan mekanisme² lainnja, umpamanja dengan segala sesuatu jang disimboliseer oleh kata² itu, atau mekanisme itu baku-bentur. Dalam hal demikian terdjadilah suatu pertentangan dalam pergaulan manusia oleh pengertian jang saling berbeda, peristiwa jang tak mungkin terdjadi pada hewan. Bergson selandjutnja memberikan suatu ilustrasi, bahwa perbedaan jang esensial itu dapat diumpamakan sebagai sebuah kraan air jang harus ditutup dan dibuka oleh seorang pelajan dan kraan air jang berdjalan setjara automatik. Jang pertama memerlukan perhatian dan jang kedua tidak. Demikianlah menurut Bergson otak manusia itu selalu memperhatikan sebagai beban jang berat, sedang pada hewan tidak. Tetapi Bergson tidak memilih djalan menurunkan deradjat manusiawi kearah deradjat hewani, melainkan meratakan djalan hidup jang dirintangi oleh materi. Manusia selalu memiliki elan vital (hasrat hidup) tetapi tidak dari luar, melainkan dari dalam. Sifatnja bukan mempertahankan hidup melainkan berkembang dalam mentjipta. Elan vital ini selalu menghendaki pembebasan dari inteligensi. Selama manusia masih dikuasai oleh inteligensi ia adalah seorang homo faber dan belum mentjapai tingkat homo sapiens. Inteligensi dapatlah diumpamakan sebagai alat pemotret jang memotret berbagai peristiwa dalam hidup manusia. Tetapi potret² jang dibuatnja Itu merupakan gambaran dari sesuatu jang mati. Itu adalah gambaran dari objek jang tetap, objek jang mati, jang diperlukan oleh seorang homo faber. Karena itu seorang homo faber tidak memahami sodjarah jang senantiasa berlangsung dalam perkembangan. Kumpulan dari gambaran itu tidak dapat disebut sedjarah, sekalipun diputar bagaikan pilem dílajar putih. Sedjarah itu menurut Bergson ditandai oleh memori jang menghubungkan kelampauan dengan kekinian. Adapun jang menghubungkannja ialah badan. Tetapi Bergson menempuh djalan lain dalam mempersoalkan hubungan badan dengan djiwa. persoalan mana padanja menjangkut masalah memori. Seperti telah diterangkan menurut Bergson inteligensi manusia tidak dapat memahami hidup, jaitu karena inteligensi itu memalikan fragmen demi fragmen dari hidup kita. Ini disebabkan oleh karena hidup itu berlangsung dalam suatu kontinuitis. Dan pusat daripada kontinuitis itu adalah siaku (das Ich) jang merupakan suatu kelangsungan jang murni. Dalam kontinuitis itulah manusia membuat sedjadjarnja. Andaikata manusia tidak mempunjai badan lagi, maka ia masih mempunjai momen² jang merupakan kelampauan, tetapi tidak berhubungan dengan kekinian. Oleh peranan badan maka kelampauan itu dihubungkan dengan kekinian. Dalam berhubungan dengan kelampauan itu maka bangsa tsb. mempunjai memori² dan sedjarahnja. Taroklah pada suatu masa suatu golongan jang tak bertanggungdjawab memegang tampuk kekuasaan bangsa ilu, sehingga golongan tersebut menentukan nasib bangsa itu dengan mutlak, maka djika golongan dalam mental dan semangatnja. Entah karena apa bangsa tersebut mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kemerdekaannja. Sebagai badan atau organisasi dinamik maka bangsa tersebut memori² dan sedjarahnja. Taroklah pada suatu masa suatu golongan jang tak bertanggungdjawab memegang tampuk kekuasaan bangsa itu, sehingga golongan tersebut menentukan nasib bangsa itu dengan mutlak, maka djika golongan tersebut mengetahui alau menjadari kesedjahteraannja menurut Bergson akan mengadakan seleksi terhadap beberapa momen tertentu dari kelampauan bangsa itu. Umpamanja mempergunakan bagaimana tjaranja bangsa lain jang dahulu pernah memerintahnja dalam berbagai bidangnja. Demikianlah menurut Bergson faktor badan itu merupakan suatu instrumen jang melakukun seleksi. Dalam hal ini kita perlu mentjatat kritik Hussel dalam mana illsuf Inggris itu mengatakan, bahwa dengan memadjukan konsepaja tentang memori itu maka Bergson tatkala berbitjara tentang kelampauan