Lompat ke isi

Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/153

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

KRONIK KEBUDAJAAN

DALAM achir bulan Djanuari di Aula Universitas Indonesia Djakarta telah dilangsungkan simposium kebudajaan jang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Sastra dalam rangka dies natalis Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dies natalis jang ke-IX.

Dalam kesempatan itu Dr Hurustiati Subandrio telah mengemukakan prasaranja jang terdiri dari tiga pokok pikiran azas2 untuk memperkembangkan Kebudajaan Nasional, Kepribadian Bangsa dan Kegiatan Kebudajaan Terpimpin. Terlebih dulu pemrasaran menguraikan perkembangan kebudajaan Indonesia sebagai approach terhadap inti-persoalannja.

Bagian ini memberikan kesimpulan, bahwa kebudajaan Indonesia mempunjai suatu tjiri pengenal sebagai hasil perpaduan unsur2 kebudajaan asli dengan pengaruh luar jang telah di-Indonesiakan.Dalam uraian ini dikemukakan segi2 sosial-kultural melalui perkembangan sedjarah dari fase Sjriwidjaja, Madjapahit, d.l.l. sampai ke masa kolonial, dimana bangsa Indonesia kehilangan kepribadiannja. Revolusi 17 Agustus kemudian telah memberikan kembali kepribadian Indonesia, jang pada tingkat sekarang ini merupakan masa-peralihan, sehingga memerlukan pimpinan ke arah perubahan jang menguntungkan masjarakat. Dalam bagian kedua pemrasaran mengemukakan, bahwa dengan Azas Bhineka Tunggal Ika kebudajaan2 daerah dalam pertumbuhannja nanti akan memberikan perwudjudan kebudajaan nasional. Disini pemrasaran memberikan tjatatan, bahwa kebudajaan2 daerah haruslah tetap mempunjai ruang untuk hidup. disamping itu diingatkan masih adanja antjaman2 dari luar terhadap kelangsungan kebudajaan nasional, sehingga untuk menghadapinja diperlukan adanja Lembaga2 kebudajaan jang akan meneliti, memberikan bimbingan dan kelangsungan hidup, sehingga tertjapai suatu kesuburan kehidupan kebudajaan jang optimal. Mengenai kepribadian Indonesia pemrasaran menundjukkan sifat2 jang positif pada djiwa bangsa Indonesia, ialah pengabdian kepada Negara, tjara berpikir jang mengutamakan azas kekeluargaan dan peri kemanusiaan jang inhaerent. Kepribadian inipun tidak statik, melainkan terus berkembang, sehingga setelah mengalami kemunduran pada masa kolonial kita ketemukan kembali dalam alam kemerdekaan ini.

Demikianlah, pada achir prasarannja Dr Hurustiati Subandrio telah menarik suatu garis, bahwa dengan suatu pimpinan (dalam hal ini Pemerintah) kebudajaan nasional harus diperkembangkan, dimana rakjat mengambil bagian se-banjak2nja, Dalam memberikan djawaban kepada sembilan orang pendebat, pemrasaran telah mentjoba memberikan pendjelasan mengenai beberapa masalah jang di-ragu2kan oleh para pendebat, antara lain tentang aspek Pantja Sila dalam kebudajaan. Tentang pengertian ,,kebudajaan-kesatuan” jang mentjemaskan Bujung Saleh akan mengantjam kehidupan kebudajaan daerah didjelaskan, bahwa pada hakikatnja ia adalah djuga merupakan hasil pertumbuhan jang bukan diarahkan kearah maksud2 itu, djadi djuga merupakan kebudajaan nasional dalam istilah lain.

Dalam rangka pembinaan kebudajaan nasional ini kita tidak mungkin melewatkan Mu’tamar Taman Siswa jang ke-IX jang dibuka di Jogja dalam permulaan bulan Maret. Antara lain Mu’tamar telah membahas Peraturan Pemerintahan No. 32 tahun 58, jang memuat ketentuan2 tentang sumbangan, bantuan dan subsidi untuk Sekolah dan Perguruan Swasta. Selain itu Mu’tamar djuga telah menindjau kembali Peraturan Taman Siswa.