Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/11

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

tidak benarlah adanja alternatif se-akan² kita hanja menghadapi dua djalan pada suatu "driesprong”, djalan jang pertama demokrasi, djalan jang kedua bukan demokrasi, umpamanja Fasisme 4. Suatu demokrasi liberal dapat merupakan suatu coniradictie in terminis, jaitu apabila kaum liberal jang hendak mentjiptakan demokrasi itu menghendaki suatu masjarakat jang terlalu demokratik, Belumlah djelas kenjataan² jang diadjarkan oleh sedjarah di Perantjis sebagai akibat dari revalusi demograiik, revolusi perpindahan penduduk dari desa² ke-kota² industri jang mengakibatkan timbulnja keadaan protetariaat, kaum buruh jang bekerdja se-hari²an sekedar untuk memberi makan anak isterinja, tetapi mereka kaum buruh itu tidak berhasil dalam usahanja sebagai subjek² kebudajaan menghadapi alam-semesta jang lengkapnja ini, karena mereka sama sekali tidak mempunjai kegembiraan bekerdja, hanja setjara formal sadja mereka itu memiliki kebebasan, tetapi dalam materialnja mereka itu kehilangan kebebasan. Dan adalah ini jang merupakan tema sedjak djaman dahulu hingga sekarang jaitu masalah kebebasan dan ketidakbebasan dalam hubungan sosial. Adanja persaingan atau rivalitas kelas, dahulu antara kelas feodal dan kelas tengahan, sekarang antara kelas tengahan dan kelas buruh, dst. menundjukkan, bahwa manusia sebagai buruh bukan sekedar untuk mentjari sesuap nasi sadja, tetapi lebih daripada itu untuk menunaikan kewadjibannja sebagai manusia, jaitu untuk bertindak terhadap alam disekelilingnja tidak sebagai objek melainkan sebagai subjek kebudajaan. Perdjuangan itu, jaitu perdjuangan untuk merebut diri kita kembali sebagai subjek kebudajaan, dengan sengitnja masih berlangsung terus, karena persoalan jang fundamental bagi kaum buruh bukanlah hanja persoalan ekonomi, tetapi lebih dalam daripada itu adalah persoalan kebudajaan. Djika kaum buruh dalam perdjuangannja se-hari² tidak dapat memahami persoalan jang fundamental ini, maka dibawah pimpinan jang kurang menguasai wawasan kebudajaan meraka akan terbentur kepak pada ilusi² jang sangat pahit. Dalam keadaan sebagai negara kita wmpamanja memang se-akan² belum terasa kesitu persoalan kaum buruh kita, karena pada umumnja kita masih berpendapat, bahwa aspirasi kaum buruh hanjalah kesedjahteraan perut dan se-akan² tidak ada persoalan Iain. Seorang buruh jang pendapatannja setiap bulannja tidak dapat memenuhi keperluan ekonomi keluarganja se-akan² hanja mempunjai keperluan ekonomi keluarganja itu sebagai tudjuannja jang terachir. Pandangan jang sedemikian tidak dapat dibenarkan oleh mereka jang mengetahui hakikat kebudajaan, sebagaimana „perburuhan” seekor sapi atau kerbau jang diharuskan meluku sawah, melainkan djusiru hendak mendjundjung manusia kemartabatnja jang semakin lebih tinggi, jaitu sebagai manusia, sebagai subjek kebudajaan, jang mengatur dan menguasai alam-semesta ini. Djika kita tidak sampai kepada wawasan ini, maka kita akan terbentur kepada keadaan sosial jang lebih menjedihkan daripada keadaan sosial dalam djaman liberat. Djika seekor sapi atau kerbau meluku sawah dan atau kerbau itu mendapat perumahan, makan dll. setjukupnja, malahan lebih daripada tjukup, tetapi sapi atau kerbau itu tidak mungkin meredtisasikan dirinja sebagai subjek² kebudajaan. Oleh karena itu masjarakat demokrasi harus mendjaga dirinja djangan sampai ke-demokratik²an, karena dapat melemparkan dirinja dalam suatu ekstremisme jang sekalipun sebagai reaksi terhadap ekstremisme lain daripada demokrasi.

Disini tidak perlu kiranja diterangkan lagi, bahwa demokrasi marupakan inti daripada kebudajaan. Bagaimana pelaksanaan iai telah ditundjukkan oleh sedjarah perburuhan jang persoalannja bersentralkan pada psyche atau djiwa si buruh atau pekerdja, suatu masalah tentang kebebasan daa pambebasan, jang hingga kini masih tetap aktual. Perburuhan itu jang telah mempunjai sedjarehnja puluhan abad ternjata merupakan

___
(4) Herbert Read, The politics of the unpolitical, London, 1948, p. 4.