II. Hasil penyelidikan tentang bahasa² Indonsia kadang² berguna djuga untuk penjelidikan tentang bahasa² Indogerman. Dalam tatabaliasa menurut sedjarah tcntang bahasa Perantjis jang disusun oléh Meyer-Lübke I misalnja dikemukakan, bahwa kata tante dalam bahasa Perantjis terdjadi dari ante (kata amita dalam bahasa Latin). Hal sematjam itu terdapat djuga dalam bahasa² Indonésia.
III. Psychologi-bahasa dipergunakan djuga terutama mengenai bahan² dalam bahasa² Indonésia untuk deduksi. Oléh sebab psychologi-bahasa itu mula² disusun untuk bahasa² Indogerman, maka psychologi itu harus disertai hal² sedjadjar dalam bahasa² Indogerman, agar dapat dipakai dengan tepat bagi bahasa² Indonésia. Dalam monografi saja jang dulu telah ditundjukkan, bahwa psychologi-bahasa itu dapat salah dipakai, djika dipergunakan bagi bahasa² Indonésia dengan tak disertai petundjuk djalan jang tentu.
IV. Banjak penjelidik jang mem-banding²kan ber-bagai² bahasa Indonésia dan bahasa² Indogerman berusaha djuga menentukan gedjala² bahasa manakah jang dapat dipandang sebagai pernjataan budi jang tinggi. Dalam hal itu diambil kesimpulan, bahwa bahasa² Indonésia tak setinggi bahasa² Indogerman tingkatnja. Djika deduksi jang menimbulkan pendapat itu tak dapat dibantah, maka orang harus menjetudjuinja, tetapi mengenai bahasa² Indonésia harus saja mengemukakan, bahwa bukti² itu menundjukkan pengetahuan jang mengandung kekurangan², sikap memandang soal dari satu segi sadja, dsb. Hal itu telah saja kemukakan dalam monografi saja jang dulu terhadap kaum penjelidik bahasa Durand dan Taffanel. Marilah kita memperhatikan satu hal lagi jang lebih baru. Finck dalam karangannja "Die Haupttypen des Sprachbaues" (hal. 94) membitjarakan susunan kalimat dalam bahasa Samoa dan menundjukkan peranan jang baik dari partikel² — jaitu katadepan (préposisi), katasambung (konjungsi), dsb. — dalam perhubungan bagian² kata². Tetapi pada hématnja partikel² itu dapat menghubungkan seluruh kalimat. Diambilnja kesim pulan bahwa bahasa Samoa itu tak dapat membentuk kalimat jang lengkap benar seperti bahasa² Indogerman. Kesimpulan itu mengandung pendapat bahwa bahasa² Indonésia tak setingkat bahasa² Indogeman. Tetapi dilupakannja bahwa bahasa² Indonésia disamping partikel² mempunjai alat² lain untuk menjusun kalimat jang lengkap benar, misalnja dengan meletakkan tekanan dalam kalimat (lihat keterangan dibawah nomor 335). Hal itu tidak di-sebut² oléh Finck.