Halaman:Hal Bunyi Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia.pdf/18

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

dengan gedjala² dalam bahasa² Indogerman bukanlah usaha baru. Humboldt dan Bopp telah berbuat begitu djuga, tetapi bahan² kurang dipahamkannja. Perbandingan itu dilakukan djuga oleh Kern dan bahasa² Indonésia dan bahan² dipahamkannja benar. Kaum ahli bahasa umumnja menjatakan terima kasihnja kepada Kern, tetapi baru² ini timbul pendapat, bahwa perbandingan sematjam itu tak ada gunanja. Beberapa pendapat itu perlu saja kemukakan untuk mempertahankan pendiri saja.

I. Usaha mem-banding²kan bahasa² Indogerman antara sesamanja lebih madju daripada usaha membanding²kan bahasa Indonésia antara sesamanja, sistim perbandingan mengenai bahasa2 Indogerman telah disusun benar, djadi harus dipakai sebagai perintis djalan dalam penjelidikan tentang bahasa² Indonésia. Banjak kaum penjelidik baha­sa² Indonésia misalnja mem-bagi²kan bahasa2 Indonesia menurut ke­mungkinan² pada achir kata, sebagian kaum penjelidik iiu membagi²kan bahasa² Indonésia menurut bentuk genitif terutama menurut tempat bentuk génitif itu : apakah bentuk génitif itu mendahului atau mengikuti kataganti penghubung. Dalam kedua tjara mem-bagi² bahasa² Indonésia itu perhatian ditudjukan pada suatu gedjala bahasa jang tertentu. Dilapangan bahasa² Indogerman antara lain orang mem-bagi² bahasa² German atas bahasa German sebelah timur dan bahasa² German sebelah barat. Tetapi Kluge ("Urgermanisch"; lihat keterangan dibawah nomor 146) mempergunakan ber-bagai² ukuran (kriterium); tidak semua kaum penjelidik membagi² bahasa² itu atas dua bagian. Oléh sebab itu kaum penjelidik bahasa² Indonésia harus ber-hati² : disamping satu ukuran haruslah dipergunakannja ukuran² lain atau segala matjam pembagian bahasa² Indonésia harus disampingkan.

Tjatatan. Mem-bagi² bahasa² Indonésia menurut satu gedjala bahasa hanjalah berguna, djika dapat dibuktikan, bahwa gedjala itu gedjala jang terpenting, paling chas dan paling djelas diantara semua gedjala bahasa. Tetapi bukti sematjam itu tentang bunji pada achir kata² dan tentang tempat bentuk génitif tak pernah dikemukakan. Saja sendiri tak dapat memahamkan, bahwa bunji pada achir kata lebih penting daripada bunji pada permulaan kata² (lihat keterangan dibawah nomor 193 dan selandjutnja) dan bahwa soal tempat bentuk génitif depan atau belakang kataganti penghubung lebih penting daripada tempat scbutan (predikat) berhubung dengan pokok (subjek). Pada tahun² jang terachir sifat bentuk génitif telah di-lebih²kan dalam penjelidikan tentang bahasa² Indonésia.