Halaman:Gerakan wanita di dunia.pdf/91

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

kalipun menderita kekurangan. Kaum wanita jang hidup senang pun memikirkan nasib buruh-wanita jang malang itu. Wanita-buruh itu bekerdja amat berat dan mereka sudah terlalu lelah untuk memikirkan apakah mungkin mereka memperbaiki nasib misalnja dengan melakukan kerdja-sama? Tenaga mereka barulah tjukup untuk maksud itu, sesudah beberapa keadaan jang buruk dihapuskan dan mereka mulai menaruh perhatian terhadap serikat-serikat-sekerdja.

Sudah pasti bukan Njonja Fry, Njonja Butler dan Florence Nightingale sadja wanita jang mempraktekkan perasaan kesosialannja. Sebenarnja memang waktunja sudah tiba untuk melakukan pekerdjaan demikian, sehingga andjuran wanita-wanita itu mendapat sambutan baik sedangkan ditempat lain pun lahir gerakan serupa itu. Barbara Schilperoort, seorang wanita bangsa Belanda misalnja mulai mengundjungi pendjara-pendjara wanita tepat pada waktu Njonja Fry memulai gerakannja. Sebelum Florence Nightingale mulai menjusun kembali rumah-rumah sakit dan perawatan setjara baru, seorang pendeta bangsa Djerman, bernama Theodore Fliedner, sudah mendirikan rumah sakit "diacones" jang pertama. Diacones-diacones itu (jakni orang-orang beragama Kristen Protestan jang mengabdi pada pekerdjaan sosial) dididik mendjadi djururawat jang baik dan halus budi pekertinja. Dan tepat pada waktu itu djuga seorang tabib di Amsterdam membuka sebuah rumah-sakit jang modern pula.

Lambat laun segala wanita jang menghiraukan nasib orang-orang miskin dan orang-orang jang bertjatjat itu mengerti, bahwa memang baik kalau bersedekah kepada orang jang miskin dan hina-dina, akan tetapi lebih baik lagi berichtiar supaja mereka tidak membutuhkan sedekah lagi dan dapat mentjari nafkahnja sendiri dengan

73