mah melihat mereka memakai mantilla, mereka menjangka, bahwa pemudi-pemudi itu pergi kegeredja dan bukanlah pergi bekerdja untuk mentjari vang. Sebab tidak lajak kaum wanita bekerdja mengambil upah. Sang suamilah jang wadjib mentjari nafkah untuk isteri dan anak-perempuannja dan mungkin djuga untuk saudara-perempuan jang belurn bersuami.
Keadaan jang serupa itu tidak diseluruh Amerika Selatan terdapat. Di Paraguay misalnja, sebuah negara ketjil, terbanjak penduduknja adalah kaum wanita sebab negara ini senantiasa berperang dengan negara-negara tetangganja, sehingga kaum lelaki banjak jang tiwas. Bagaimana benar perbandingan banjaknja kaum lelaki dan kaum wanita tidak diketahui orang benar-benar. Tetapi orang mengatakan bahwa disamping tiap-tiap seorang lelaki terdapat lima atau enam orang wanita. Karena tak dibolehkan beristeri lebih dari seorang, maka sebahagian besar dari penduduk wanita tidak bersuami. Mereka terpaksa bekerdja untuk memperoleh nafkahnja sehari-hari. Apalagi Negara kekurangan tenaga lelaki untuk menjelenggarakan segala pekerdjaan jang perlu. Djadi di Paraguay sudah lama kaum wanita memegang berbagaibagai djabatan, sedangkan dinegara-negara lain keadaan mi baru berlaku dihari-hari jang kemudian sadja.
Akan tetapi ada pula lagi sebuah negara ketjil jang penduduk wanitanja menurut undang-undang disamakan deradjatnja dengan anak-anak dan orang-orang jang bisu dan tuli.
Sesudah perang dunia pertama perubahan-perubahan di Amerika Selatan datanglah sebagian besar, jang berlangsung dengan tjepat berkat kerdja sama diantara semua negara-negara di Amerika. Sebuah Komisi Wanita Antara-Amerika tiap-tiap tahun mengadakan rapat dan mengambil putusan tentang soal-soal jang mengenai hak
64