Pada kongres jang pertama itu, soal politik sama sekali tidak dibitjarakan. Kongres berpendirian ber-koperasi, kerdja-sama dengan pemerintah Belanda.
Kongres tersebut membuahkan djuga satu gabungan perkumpulan-perkumpulan wanita jang diberi nama: P.P.I., kependekan dari „Perikatan Perempuan Indonesia". Tudjuannja ialah memberi penerangan dan perantaraan kepada perhimpunan-perhimpunan jang mendjadi anggauta. Dalam daftar usahanja, PPI djuga akan mendirikan dermasiswa (studiefonds) untuk anak-anak perempuan jang pandai, tetapi tidak mampu; mengadakan kursus-kursus tentang hal kesehatan; membanteras dan menghalang-halangi perkawinan anak-anak serta memperhebat kepanduan bagi anak-anak perempuan.
Kepada Pemerintah diadjukan 3 buah mosi, ja'ni:
- memperbanjak perguruan-perguruan untuk anak-anak perempuan;
- agar pada waktu kawin, diberi pendjelasan tentang taklik jaitu djandji dan sjarat-sjarat pertjeraian;
- mengadakan peraturan memberikan sokongan kepada djanda-djanda dan anak-anak piatu pegawai negeri Indonesia.
Kongres ke II
Kongres pertama disusul dengan jang kedua, dalam tahun 1935, bertempat di Djakarta, dimulai tanggal 20 sehingga tanggal 24 bulan Djuli. Empat belas perkumpulan mengirimkan utusan dan 7 buah perhimpunan mengirimkan wakilnja sebagai pendengar. Salah satu hasil jang tak boleh dilalukan begitu sadja ialah berdirinja "Badan Pembanterasan Buta Huruf" (B.P.B.H.) dibawah pimpinan njonja Suparto. Kapital untuk melaksanakan keputusan itu didapat dari pusaka (warisan) almarhumah nona Mu'ah (Magaru-
105